2.1
Ketentuan OHSAS 14001 dan ISO 45001
Occupational Health and Safety Assesment Series-18001 adalah standard
internasional untuk aplikasi System Manajemen Kesehatan & Keselamatan Kerja
atau umum dimaksud Manajemen K3 . Maksud dari OHSAS 18001 ini sendiri
tidak jauh tidak sama dengan maksud System Manajemen K3 Permenaker, yakni
Perlindungan pada beberapa pekerja dari beberapa hal yg tidak dikehendaki yg
muncul dari lingkungan kerja maupun kegiatan pekerjaan tersebut yang beresiko
pada kesehatan dan keselamatan beberapa pekerja dan agar tidak menyebabkan
kerugian besar yg disebabkan dari kecelakaan kerja yang dapat jadi jadikan
citra jelek perusahaan dan dapat turunkan image perusahaan.
ISO
45001 adalah sebuah standar internasional baru untuk manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja (K3 / OH&S), yang akan segera menggantikan standar OHSAS
18001. Perbedaan pertama berkaitan dengan struktur. ISO 45001 didasarkan
pada ISO Guide 83 (“Annex SL”) yang menetapkan struktur tingkat tinggi yang
umum, teks dan istilah serta definisi umum untuk sistem manajemen
(misalnya ISO 9001 , ISO 14001, dll.). Struktur ini bertujuan untuk
memfasilitasi proses implementasi dan integrasi beberapa sistem manajemen
secara harmonis, terstruktur dan efisien. ada ISO 45001, organisasi seharusnya
tidak hanya mempertimbangkan apa isu K3 yang secara langsung berdampak pada
mereka, akan tetapi juga melibatkan masyarakat lebih luas dan bagaimana kerja
mereka bisa juga berdampak pada komunitas di sekitarnya.
Sebelum ISO 45001 diterbitkan,
perusahaan menggunakan OHSAS 18001 sebagai tolok ukur K3. OHSAS 18001
diluncurkan pada tahun 2007 dengan standar berbeda. Jadi, meskipun ISO 45001
mengadopsi OHSAS 18001, keduanya memiliki perbedaan mendasar. Pertama, ISO
45001 memiliki 10 klausul dalam strukturnya, sedangkan OHSAS 18001 hanya
terdiri dari 4 klausul. Kemudian, dari konteks organisasi ISO 45001 lebih fokus
dan detail. Terakhir, ISO 45001 membahas secara mendalam tentang identifikasi
bahaya dan partisipasi pekerja
Bagian dalam pengaturan
System Manajemen K3 menurut OHSAS 18001 dan ISO 45001 dibagi jadi 7 bagian
yakni :
1.
Mengindentifikasi kemungkinan dan bahaya
Di dalam pabrik sepatu ini di
temukan beberapa kemungkinan dan bahaya :
Faktor Teknis
-
Lingkungan fisik
Ruang kerja yang sempit di dapat mempengaruhi tingkat
stress pekerja karena ini di anggap dapat mengancam keamanan dan kenyamanan
mereka dalam bekerja. Terdapatnya 4 mesin jahit yang berjalan dan menimbulakan
suara kebisingan pada pabrik sepatu ini dapat menurunkan konsentrasi pekerja
serta bisa terjadinya kesalahan dalam pembuatan sepatu
-
Lingkungan biologi
Dimana bahan baku serat yang di gunakan terdapat banyak
bakteri dari jamur sehingga apabila di gunakan dapat menyebabkan infeksi dari
bakteri dan jamur tersebut.
-
Lingkungan kimia
Lem yang di gunakan dalam produksi mengandung bahan
kimia berbahaya yang tidak bisa di hindari, sehingga di khawatirkan pekerja
dapat terkena dampak kesehatan akibat menghirup bau dari lem tersebut.
-
Lingkungan fisiologi
Para pekerja di tuntut untuk duduk lebih lama dalam
menjalankan pekerjaannya hal ini dapat menyebabkan sakit punggung dan
mengakibatkan gangguan pencernaan serta paru paru. Pekerja juga tidak
menggunakan alat pelindung diri dalam menjalankan tugasnya.
2.
Mengidentifikasi ketentuan UU dan ketentuan hukum yang
berlaku
Pabrik sepatu merupakan salah
satu bidang usaha yang bergerak pada bidang industri tekstil. Dimana perusahaan
tersebut harus mematuhi ketentuan UU dan ketentuan hukum seperti :
-
Pasal 21 UU perindustrian dimana :
a.
Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian
sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
b.
Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan
penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan
pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.
c.
Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
-
Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian
Menurut Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU
Perindustrian, perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan
dalam proses industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran
terhadap lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang dilakukan.
Dampak negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan
dan kesehatan masyarakat di sekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran
tanah, air, dan udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri. Dalam
hal ini, Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan untuk
menanggulanginya.
3.
Memastikan tujuan dan pelaksana program
-
Melakukan program pelatihan HSE (Health, Safety and
Environment)
-
Melakukan promosi HSE
-
Melaksanakan job Safety Analisys
-
Mengembangkan komite HSE sebagai wadah peran serta pekerja
4.
Memperlancar program
rencana untuk meraih tujuan dan objek yang sudah ditentukan
-
Mengembangkan, mengkomunikasi dan mengimplementasikan semua
praktik kerja yang aman
-
Mengembangkan program promosi HSE dan menerapkannya dalam
operasi
-
Melakukan kegiatan kampanye HSE untuk meningkatkan kesadaran
semua pihak
-
Penyediaan alat keselamatan yang sesuai
-
Pemantauan penggunaan alat keselamatan
5.
Mengadakan rencana pada peristiwa darurat
Dalam perencanaan pada
peristiwa darurat seperti potensi bahaya kebakaran, harus memberlakukan sistem
manajemen kebakaran yang baik meliputi elemen :
-
Komitmen
-
Organisasi dan administrative
-
Identifikasi bahaya kebakaran
-
Tinjau rancang bangunan
-
Pembinaan dan pelatihan
-
Proteksi kebakaran
-
Inspeksi kebakaran
-
Tanggap darurat
-
Penyelidikan kebakaran
-
Audit kebakaran
6.
Peninjauan lagi pada tujuan dan beberapa pelaksana system
Peninjauan dapat di lakukan
dengan melakukan Audit keselamatan, audit lingkungan, audit kebakaran dan audit
kesehatan kerja.
7.
Penetapan kebijakan sebagai usaha untuk meraih perkembangan
yang berkaitan.
Menetapkan kebijakan bagi seluruh
pegawai untuk memakai alat keselamatan kerja dalam melakukan kegiatan kerja,
serta perusahaan harus memfasilitasi alat keselamatan kerja tersebut pada
setiap departemen – departemen yang melaksanakan kegiatan produksi sesuai
dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 08/Men/VII/2010
tentang pelindung diri.
2.2 Ketentuan UU No.1
Tahun 1970
Bagi
perusahaan yang menerapkan system manajemen K3 baik dengan mendopsi
OHSAS salah satu peraturan yang wajib untuk di patuhi adalah UU No. 1
Tahun 1970 karena cakupan UU ini adalah semua tempat kerja. Pasal – pasal yang
harus id patuhi :
-
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
1.
Tempat kerja: ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki
tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja
ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;
2.
Pengurus: ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung
sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
3.
Pengusaha ialah :
a.
orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha
milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
b.
orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan
tempat kerja;
c.
orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang
atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan
di luar Indonesia.
4.
Direktur ialah
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan
Undang-undang ini;
5.
Pegawai Pengawas: ialah pegawai
teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja;
6.
Ahli Keselamatan Kerja: ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi
ditaatinya Undang-undang ini.
-
Pasal 2.
1.
Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan
kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan
air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
2.
Ketentuan-ketentuan
dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a.
dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat,
alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan, kebakaran atau peledakan; b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan,
diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak,
mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
b.
dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan
atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan
pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana
dilakukan pekerjaan persiapan;
c.
dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan,
pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan,
perikanan dan lapangan kesehatan;
d.
dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas,
perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral
lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui
terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
e.
dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu,
dermaga, dok, stasiun atau gudang;
f.
dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan
lain di dalam air;
g.
dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan
tanah atau perairan;
h.
dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang
tinggi atau rendah;
i.
dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun
tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut
atau terpelanting;
j.
dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
k.
terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran,
api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau
getaran;
l.
dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
m.
dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio,
radar, televisi atau telepon;
n.
dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan
atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
o.
dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan,
dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
p.
diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau
diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau
mekanik.
q.
Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai
tempat kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat
membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di
ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
-
Pasal 3
Dengan peraturan
perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
1.
mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2.
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
3.
mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
4.
memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada
waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
5.
memberi pertolongan pada kecelakaan;
6.
memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
7.
mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya
suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan
angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
8.
mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat
kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
9.
memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10.
menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
11.
menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12.
memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13.
memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya;
14.
mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang,
binatang, tanaman atau barang;
15.
mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16.
mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat,
perlakuan dan penyimpanan barang;
17.
mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
18.
menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
-
Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian
seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
-
Pasal 4
1.
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang,
produk teknik dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya
kecelakaan.
2.
Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknik
ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur,jelas dan
praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan,
perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau
pembungkusan, pemberian tandatanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis
dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri,
keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
3.
Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian
seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2) : dengan peraturan perundangan
ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syaratsyarat
keselamatan tersebut.
-
Pasal 5
1.
Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap
Undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja
ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang
ini dan membantu pelaksanaannya.
2.
Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan
ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan
peraturan perundangan.
-
Pasal 6
1.
Barangsiapa tidak
dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada
Panitia Banding.
2.
Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding,
tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
3.
Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
-
Pasal 7.
1.
Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha
harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan
peraturan perundangan.
-
Pasal 8
-
Pasal 8 ayat 1 yang bunyinya : “Pengurus diwajibkan memeriksakan
kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan
diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang
diberikan padanya.”
Dimana dalam perusahaan
sepatu ini apabila di lakukannya penerimaan pegawai baru harus melalui proses
MCU(Medical Check Up), agar
perusahaan dapat mengetahui kesehatan calon pegawainya sehingga dapat
memutuskan penempatan kerja dengan bijak
-
Pasal 8 ayat 2 yang bunyinya : “Pengurus diwajibkan memeriksakan
semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter
yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.”.
Dimana dalam perusahaan
sepatu ini terdapat beberapa bahaya yang mempengaruhi kesehatan para pekerja,
oleh sebab itu perusahaan harus mengadakan pemeriksaan kesehatan kepada seluruh
pegawai per berapa bulans sekali, untuk mengetahui apakah ada pegawai yang
fisiknya sudah tidak cocok dalam bagian tertentu sehingga bisa di pindah
tempatkan ke bagian lain.
-
Pasal 9 ayat 1 : “Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan
pada tiap tenaga kerja baru tentang :
1. Kondisi-kondisi dan
bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
2. Semua pengamanan dan
alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya;
3. Alat-alat perlindungan
diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
4. Cara-cara dan sikap yang
aman dalam melaksanakan pekerjaannya
-
Pasal 9
ayat 2 : “Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan
setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat
tersebut di atas”.
-
Pasal 9 ayat 3 : “Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan
bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan
kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan
kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan”.
-
Pegawai di berikan waktu sesuai dengan ketentuan perusahaan untuk
mengikuti proses training atau pelatihan, dimana perusahaan menjelaskan dan memberikan
pengetahuan dasar kepada para pegawai sebelum benar – benar menjalankan
kegiatan produksi.
-
Pasal 11 ayat 1 : “Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan
yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk
oleh Menteri Tenaga Kerja”.
Ayat 2 : “Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh
pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan”.
Agar setiap kecelakaan yang terjadi dapat di ketahui dengan jelas,
dan di lakukan investigasi lebih dalam mengenai penyebab kecelakaan tersebut
dan bagaimana agar kecelakaan tersebut tidak terjadi lagi.
-
Pasal 10
1.
Menteri Tenaga
Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna
memperkembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari
pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
2.
Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja
-
Pasal 11
1.
Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang
terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja.
2.
Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh
pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
-
Pasal 12
1.
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau
hak tenaga kerja untuk :
a.
Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh
pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja;
b.
Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c.
Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan;
d.
Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e.
Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang
diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh
pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.
-
Pasal 13
1.
Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja,
diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat
perlindungan diri yang diwajibkan.
-
Pasal 14 : Pengurus diwajibkan :
Secara tertulis
menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja
yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya
yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja;
Dimana perusahaan menempatkan SOP(Standar Operasional Prosedur)
dan WI (Work Instruction) di tempat
kerja karyawan agar karyawan dapat membacanya dan memahaminya sebelum memulai
pekerjaan.
-
Pasal 14 point b : Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan
lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja.
Sebagai pengingat untuk
karyawan terhadap keselamatan kerja.
-
Pasal 14 point c : Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat
perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja
tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
2.3 Analisa Sistem K3
1.
Analisa Gross Hazard (Awal
Tanda Bahaya )
Analisa ini merupakan salah satu tehnik dimana memusatkan
tugas-tugas dalam pekerjaan sebagai langkah untuk mengidentifikasi bahaya
sebelum kecelakaan terjadi. Ini berfokus pada hubungan antara pekerja,
tugas, peralatan dan lingkungan tempat kerja.
Di dalam pabrik sepatu ini sudah di identifikasi
mengenai bahaya sebelum kecelakaan terjadi seperti, para pekerja di pabrik
sepatu ini sama sekali tidak menggunakan alat pelindung diri karena menurut
mereka hanya memperlambat dan mengganggu pekerjaannya. Pekerja melakukan
peraltan seperti palu, paku, tang, pisau dan gunting apabila tidak menggunakan
alat pelindung diri maka bahaya yang akan terjadi adalah pada diri pegawai itu
sendiri, seperti pegawai yang tidak menggunakan alas kaki dapat menginjak alat
– alat berbahaya tadi yang akan menyebabkan pekerjaan karyawan tersebut semakin
terganggu akibat adanya kecelakaan kerja.
2.
Analisa Fault Tree (Akar Kesalahan)
Akar
kesalahan dari bahaya tersebut adalah dari perusahaan itu sendiri dan
pegawainya, dimana perusahaan tidak tegas dalam menerapkan peraturan –
peraturan yang harus di jalani oleh pekerja mengenai keselamatan kerja dan
perusahaan tidak memperdulikan mengenai alat pelindung kerja bagi pergawainya.
Pegawai sendiri tidak memperdulikan masalah alat pelindung kerja itu, mereka
menganggap bahwa hal itu mengganggu pekerjaan mereka.
DAFTAR PUSTAKA
http://safetybootind.blogspot.com/2017/02/bagaimana-cara-menerapkan-ohsas-18001.html
http://industri.bisnis.com/read/20180704/257/812942/sucofindo-perkenalkan-iso-keselamatan-kerja-terbaru
https://belajark3l.wordpress.com/2015/03/26/uu-no-01-tahun-1970-dan-contoh-penerapannya/
http://nurulwandasari.weblog.esaunggul.ac.id/2013/11/19/analisa-bahaya-pekerjaanaktivitas-job-hazard-a