BAB I
1.1Gambaran
Umum Perusahaan
1. Letak Geografis Perusahaan
PT. Marunda Grahamineral
adalah perusahaan pemegang
kontrak Perjanjian Kerjasama Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)
Generasi II dengan Nomor: 006/PK/PTBA-MGM/1994. Secara administrasi wilayah
PKP2B PT. Marunda Grahamineral terletak pada Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten
Murung Raya, Propinsi Kalimantan Tengah (RKTTL PT. MGM, 2008).
Gambar 1: Letak Lokasi
Wilayah PKP2B PT. Marunda Grahamineral
(Sumber: RKTTL PT. MGM, 2008)
Daerah konsesi PT. Marunda Grahamineral berdasarkan surat
Keputusan Menteri Energi
dan Sumber Daya
Mineral No. 231.K/40.00/DJG/2004 yang bertanggal 29 September 2004 bahwa
wilayah PKP2B PT. Marunda Grahamineral seluas 23.541,3 Ha, yang terdiri dari
(RKTTL PT. MGM, 2008):
A. Wilayah KW 00 PB 0179 seluas 12.880 Ha status tahap produksi
terdiri dari blok potensial yaitu;
Notrh kawi, Central
Kawi, SE Mantubuh,
Central Mantubuh, Tahujan, Bondang, East Kawi, Bambang, Menyango,
Pendasirun.
B. Wilayah KW 98 PB 0025 seluas 10.661,3 Ha status konstruksi terdiri
dari blok potensial yaitu: Maruwei dan Belawan.
Gambar 2: Peta daerah
konsesi PT. Marunda Grahamineral
(Sumber: RKTTL PT. MGM,
2008)
2.
Sejarah Singkat Perusahaan
PT. Marunda Grahamineral (PT MGM)
memulai usaha pertambangannya dengan
terlebih dahulu melakukan
eksporasi yang dimulai
pada tahun 1997 sampai
tahun 2000. Untuk
menindaklanjutinya PT. MGM
mengadakan Feasibility
Study (FS) atau studi kelayakan yang dilaksanakan pada tahun 2000 sampai
tahun 2001 untuk mempelajari dampak dari penambangan baik positif maupun negatif
dan memprediksi kemungkinan
yang akan terjadi jika penambangan dilakukan dalam lokasi
tersebut.
Dari hasil studi kelayakan inilah
pihak MGM bisa melakukan desain konstruksi tambang. Tindakan selanjutnya
setelah studi kelayakan
dilakukan adalah usaha development
yaitu mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan
sebelum penambangan
dilakukan, mulai dari
membuat desain tambang
sampai menyediakan sarana dan prasarana yang dilaksanakan dari tahun
2002 sampai tahun 2003. Setelah
semuanya terencana dan
tersedia maka, kegiatan
yang dilakukan adalah produksi yang dilakukan mulai tahun 2004 sampai
sekarang.
3. Organisasi dan Manajemen
Struktur organisasi MGM dari yang
paling tinggi dipimpin oleh Direktur Utama yang membawahi Direksi. Dari direksi
struktur yang di bawahnya adalah Mine
Operator Manageratau Kepala Taknik Tambang (KTT) yang membawahi beberapa department
head. Dibawah department head diisi oleh
kedudukan superintendent yang memimpin
supervisor.
4.
Visi dan Misi Perusahaan
A. Visi Perusahaan
Visi dari PT. Marunda
Grahamineral yang berusaha diterapkan adalah “Good Mining Practice”.
B. Misi Perusahaan
Visi tersebut
diatas dicapai oleh
PT. MGM dengan
melaksanakan beberapa misi sebagai berikut:
1.
Mengutamakan kesehatan dan
keselamatan kerja
2.
Melakukan penambangan ramah
lingkungan
3.
Senantiasa meningkatkan
produktivitas
4.
Membudayakan disiplin dan
gaya hidup sehat
5.
Menciptakan keharmonisan
antar karyawan
6.
Menciptakan hubungan baik
dengan masyarakat sekitar
1.2Proses
Produksi
Proses
produksi penambangan batubara ini
dimulai dengan land clearing yaitu membersihkan lahan penambangan dengan
cara memotong pepohonan dan
menyingkirkan segala sesuatu yang dapat menghambat aktivitas
penambangan. Setelah land clearing usaha selanjutnya adalah removing top soil yaitu mengambil dan
memindahkan tanah pucuk yang dikumpulkan pada tempat penampungan top soil sementara yang diberi nama stockpile. Pengambilan top soil ini
harus benar- benar menjadi perhatian agar tidak tercampur dengan lapisan batuan
atau tanah yang lain sehingga bisa dimanfaatkan lagi pada saat reklamasi dan
revegetasi.
Kegiatan
selanjutnya adalah melakukan removing
lapisan overburden(OB) dengan
pemboran dan peledakan.
Lapisan tanah OB tersebut kemudian
dimuat dan dibawa ke sampai pada lapisan
batubara. Setelah lapisan batubara
ditemukan maka dilakukanlah digging and loading yaitu penggalian batubara dan dimuat kedalam
truk Volvo untuk diangkut ke lokasi coal crushing plant (CCP) dan melalui
proses produksi selanjutnya. Berikut adalah bagan alir proses penambangan
batubara:
and Clearing tockpile
op soil Loading verburden
disposal
op soil Area Overburden
Loading
(Drilling&Blasting)
Coal surface cleaning coal crushing
plant&jamut
Coal Digging
&Loading Coal Hauling (55Km)
Gambar 3: Bagan alir proses penambangan batubara (sumber: PT.
Marunda Grahamineral, 2009)
Tahapan selanjutnya
yang dilalui batubara
dilakukan di area
CCP. Batubara yang diangkut menggunakan Volvo tadi melewati weighbridge untuk ditimbang dengan kapasitas maksimal
lima puluh ton. Selanjutnya batubara ini
ada yang dibawa ke tempat penampungan sementara dan ada yang dibawa
ke crusher
untuk dipecah sehingga mendapatkan size yang diinginkan. Batubara lalu dibawa ke konveyor
kemudian dimasukkan ke barge untuk
selanjutnya dikirim melalui jalan sungai dan diekspor ke Jepang, Italia dan
Jerman. Berikut ini adalah bagan alir proses coal crushing: Setelah penambangan selesai dilakukan tahapan yang
selanjutnya yang harus dilakukan adalah
reklamasi yang bertujuan untuk memulihkan kondisi kawasan hutan yang rusak
sebagai akibat usaha pertambangan sehingga kawasan hutan yang dimaksud dapat
berfungsi kembali sesuai dengan AMDAL. Ruang lingkup dari tahapan ini meliputi; inventarisasi lokasi
reklamasi, penetapan lokasi reklamasi, perencanaan reklamasi dan pelaksanaan
reklamasi.
Langkah pertama yang
dilakukan pada pelaksanaan reklamasi adalah penyiapan lahan yang akan
direklamasi. Setelah lahan
disiapkan kemudian lahan
tersebut diatur ( land scaping ). Langkah selanjutnya adalah dengan
pengendalian erosi dan sedimentasi. Kemudian dilakukan pengembalian tanah yang
diangkat saat proses penambangan dengan
meletakkan lapisan tanah over borden
dan lapisan tanah
yang mengandung karbonan berada
ditengah yang kemudian ditutup dengan lapisan top soil setinggi lima puluh centimeter. Setelah lahan yang
akan direklamasi sudah
terlapisi dengan top
soil secara merata maka
tahapan revegetasi siap dilakukan.
1.3Faktor
Bahaya dan Potensi Bahaya
1.
Faktor Bahaya
Jenis faktor
bahaya yang ada
pada penambangan batubara
di PT. Marunda Grahamineral ini
adalah:
Faktor bahaya di tempat
kerja
A. Faktor Fisik
B. Faktor Kimia
C. Faktor Biologi Tidak
teratur
D. Faktor Fisiologis Tertentu
E. Faktor Mental Psikologis
Terus menerus
2.
Potensi Bahaya
Jenis potensi
bahaya yang ada
pada penambangan batubara
di PT. Marunda Grahamineral ini
adalah:
A. Peledakan Sering
B. Tertimpa Material
C. Kecelakaan lalulintas tambang
D. Kecelakaan pengoperasian alat
E. Longsor sedang
1.4Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian
resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, efisien dan produktif.
Setiap
perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih
dan/atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses
bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan,
kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem
Manajemen K3.
Langkah
awal untuk mengimplementasikan SMK3 adalah dengan menunjukkan komitmen serta
kebijakan K3, yaitu suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh
pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan,
komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup
kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional. Kebijakan
K3 dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang
kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok
dan pelanggan. Kebijakan K3 bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam
rangka peningkatan kinerja K3.
Sistem
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang selanjutnya disebut SMK3
yang digunakan PT.
Marunda Grahamineral mengacu
kepada Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi Nomor:
555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan
Umum. Pada Keputusan Menteri tersebut dalam
pasal 23 disebutkan bahwa; “Pada setiap
kegiatan usaha pertambangan
berdasarkan pertimbangan jumlah
pekerja serta sifatnya
atau luasnya pekerjaan, Kepala
Pelaksana Inspeksi Tambang
dapat mewajibkan pengusaha untuk
membentuk unit organisasai yang menangani Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang
berada di bawah pengawasan Kepala Teknik Tambang.”
Oleh karena
itu, PT. Marunda
Grahamineral membentuk Safety Department yang berdiri terpisah dengan Environment Department
yang memiliki komitmen untuk menciptakan
lingkungan kerja yang
sehat dan aman
serta mencapai dan mempertahankan target “zero accident”. Untuk itu, safety
department menyusun job description sebagai upaya untuk
merealisasikan komitmen tersebut. Selain itu, program kerja juga disusun
per satu bulan sebagai
implementasi dari job
description yang telah disusun.
Sedangkan untuk
mengetahui sejauh mana pelaksanaan dari job description maka disusun pula quality objective sehingga nantinya performance
safety department bisa dilihat dari pencapaian quality objective tersebut.
1.
Kegiatan Pokok Departemen Safety
Safety department sebagai
departemen yang bertanggung jawab untuk memfasilitasi dilaksanakannya kesehatan
dan keselamatan di lingkungan kerja
memiliki kegiatan pokok sebagai berikut:
a.
Memfasilitasi semua
karyawan untuk berdiskusi
masalah keadaan tempat kerja,
faktor dan potensi
yang ada serta
kelengkapan alat pelindung
diri (APD) yang dibutuhkan
baik internal departemen
maupun eksternal departemen.
Tahapan yang terakhir
setelah dilakukan penambangan
adalah pengembalian kondisi lahan seperti semula sesuai dengan amdal
yaitu revegetasi. Sedangkan revegetasi sendiri memiliki langkah-langkah antara lain;
persemaian bibit tanaman yang
kemudian dilakukan perawatan
bibit sampai siap
untuk dipindahkan. Setelah tanaman
dipindahan kemudian dilakukan
penanaman, selanjutnya dilakukan
pemupukan dan perawatan secara terus menerus sampai dianggap sudah
bisa dikembalikan kepada
Menteri Kehutanan sesuai
dengan
amdal. Tanaman
yang biasa dipakai
untuk revegetasi adalah
Akasia (Acacia Mengium) dan Sengon
(Paraserianthes Falcataria) sebagai
tanaman pioneer.
Sedangkan untuk tanaman
lanjutannya adalah tanaman jenis Dipterokarpasih.
2.
Komitmen Departemen Safety
Komitmen
dari safety department adalah
menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman serta mencapai dan
mempertahankan target “zero accident”.
3.
Kebijkan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja
PT. MGM
mendukung sepenuhnya segala
usaha-usaha yang menjadi komitmen manajemen dalam penerapan K3
di lingkungan kerja, hal ini tercemin dari kebijakan manajemen untuk
mengutamakan keselamatan kerja (safety
first) dan melakukan semua tindakan yang bisa dilakukan untuk memastikan
bahwa standar-standar tertinggi kesehatan
dan keselamatan kerja
dijaga bagi semua karyawan dan kontraktor merupakan
cita-cita tertingginya (Manual K3 PT. MGM, 2006). Berikut ini kebijakan K3 PT.
MGM: (kebijakan K3: terlampir)
4.
Quality Objective (QO)
Quality objective dalam safety department pada tahun 2008
adalah sebagai berikut:
a.
Target utama dengan fatality
0
b.
Lost time injury frekwensi rate
< 2,08
c.
Lost time injury severity rate
<12,48
d.
Hours safe working no lost time injury > 1.000.000
e.
Lost cost caused accident <
24.752
5.
Program Kerja Departemen Safety
Untuk mewujudkan
kegiatan pokoknya safety department memiliki beberapa program
kerja yang pelaksanaannya diagendakan
per satu tahun.
1.5Sistem
Keselamatan Kerja
1.
Sistem Pengelolaan
Keselamatan Kerja
Sistem pengelolaan
keselamatan kerja dimulai
dengan melaksanakan identifikasi
bahaya untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya nanti
sebagai bahan untuk dianalisa,
pelaksanaan identifikasi bahaya dimulai
dengan membuat standart
operational procedure (SOP).
Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah
observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,
tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk
menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan
kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan
pengendalian resiko ini
ditandai dengan menyediakan alat
deteksi, penyediaan APD,
pemasangan rambu-rambu dan penunjukan personel
yang bertanggung jawab
sebagai pengawas. Setelah dilakukan pengendalian
resiko untuk tindakan
pengawasan adalah dengan
melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko. Berikut
adalah skema sistem pengelolaan keselamatan kerja
2.
Fasilitas
a.
Alat Pelindung Diri (APD)
PT. MGM
menyediakan APD tanpa
dipungut biaya kepada
semua karyawan dan visitor
yang mendapat izin
masuk perusahaan sesuai
dengan registrasi. Adapun APD yang tersedia adalah:
1.
Alat pelindung kepala ( safety helmet )
2.
Alat pelindung telinga (ear plug dan ear muff)
3.
Alat pelindung mata (googles)
4.
Alat pelindung kaki (safety shoes)
5.
Baju kerja atau rompi yang
dilengkapi dengan scotchlite
6.
Alat pelindung pernapasan
(masker)
7.
Alat pelindung tangan (gloves)
8.
Pelindung badan (baju
pelampung dan jas hujan)
b.
Distribusi dan Pengawasan
APD
Prosedur
pendistribusian APD dibedakan menjadi dua yaitu :
1.
Karyawan Baru
-
Sebelum diberikan
APD karyawan baru
terlebih dahulu diberikan safety
induction untuk memperkenalkan jenis
bahaya yang ada
dan memberikan pemahaman tentang
jenis APD apa saja yang diperlukan.
-
Setelah itu,
pengawas yang bersangkutan
mengurusi semua berkas
dan kelengkapan untuk diajukan
kebagian logistik untuk pengambilan APD.
-
Kemudian, APD
diberikan kepada karyawan
dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemakai mengenai kehilangan
dan kerusakan selama batas waktu yang ditentukan untuk pergantian APD yang
baru.
2.
Karyawan lama
-
Apabila APD telah rusak maka
prosedur distribusi APD juga sama dengan
karyawan baru tetapi perwakilan karyawan tersebut harus membawa
APD yang telah rusak untuk diidentifikasi pihak safety departement sebagai bukti.
-
Kehilangan APD
harus dipertanggungjawabkan oleh
karyawan yangbersangkutan dan
diberikan sanksi sesuai
dengan yang diberlakukan manajemen.
Pengawasan kedisiplinan
karyawan memakai APD
dilakukan oleh pengawas
masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengamatan dan pendekatan
secara emosional supaya pemakaian APD oleh karyawan tidak dirasa hanya sebagai
kewajiban tetapi menganggapnya sebagai kebutuhan untuk mendapatkan rasa aman
dan selamat dalam bekerja.
c.
Media Komunikasi K3
1.
Rambu
Rambu-rambu yang
terpasang adalah jenis
rambu larangan, perintah, infomasi dan peringatan. Rambu ini
dipasang di sepanjang jalan hauling
dan di area tambang serta di instalasi berbahaya.
2.
Poster
Poster K3
banyak terpasang di
ruang kerja dengan
tujuan sebagai peringatan dan
sebagai motivasi bagi karyawan untuk mempertimbangkan dan mengutamakan
kesehatan dan keselamatan kerja ketika bekerja.
3.
Papan Informasi K3
Papan informasi dipasang
dengan tujuan untuk memberikan informasi baik kepada karyawan maupun kepada
visitor. Papan informasi di PT. MGM dipasang di halaman depan dengan harapan
mudah dilihat karena diletakkan di jalur masuk ke kantor.
4.
Billboard
Billboard di PT. MGM diletakkan
di tempat yang sering dilalui karyawan
sehingga mudah untuk dibaca. Billboard
ini berisi pengumuman sebagai media komunikasi yang berisi infomasi.
3.
Sertifikasi Keahlian K3
Sertifikasi
keahlian K3 diberikan kepada karyawan yang bertanggung jawab melaksanakan
pengawasan dan pengelolaan sesuai dengan unit kerjanya masing-masing. Adapun
sertifikasi yang diberikan itu adalah:
a.
Pengawas Operasional Pertama
(POP)
b.
Pengawas Operasional Madya
(POM)
c.
Ahli Kesehatan dan
Keselamtan Kerja (K3) Umum
d.
Ahli Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) Kebakaran
e.
Ahli Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) Teknisi Listrik Auditor Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3)
f.
Sertifikasi Kompetensi Juru
Ledak
g.
Auditor Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
h.
Sertifikasi Kompetensi Juru
Ukur Tambang
4.
Sertifikasi Instalasi
Berbahaya
Sertifikasi
instalasi berbahaya ditujukan pada instalasi yang berpotensi besar menimbulkan
kecelakaan kerja dan
keadaan darurat sesuai
dengan Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi No.
555.K/M.PE/1995 tentang Kesehatan
dan Keselamatan Pertambangan Umum. Instalasi berbahaya tersebut yang
disertifikasi antara lain:
a.
Tangki BBM yang digunakan
untuk menampung solar
b.
Gudang handak yang digunakan
untuk menimpan bahan peledak
c.
Bejana tekan compressor
d.
Pesawat angkat-angkut
Monitou
e. Pesawat angkat-angkut forklift
f. Pesawat
angkat-angkut crane Hino
g. Instalasi penyalur petir
h. Motor diesel perkins 200867133
6.
Pembinaan Keselamatan Kerja
Sasaran dalam kegiatan pembinaan keselamatan kerja di bagi menjadi
tiga, yaitu:
a. Karyawan Baru
Usaha pembinaan keselamatan kerja
untuk karyawan baru adalah dengan memberikan safety induksi pada awal sebelum masuk ke lokasi tambang untuk
memperkenalkan kondisi tambang dan memberitahukan faktor bahaya dan potensi
bahaya yang ada.
b. Karyawan Lama
Usaha pembinaan keselamatan kerja
untuk karyawan lama adalah dengan meningkatkan pengetahuan mereka tentang K3
dan memperdalam pemahaman serta kesadaran mereka mengenai K3 dengan mengadakan training.
c. Karyawan Masa Persiapan Pensiun (MPP)
Realisasi usaha pembinaan untuk karyawan MPP belum dilakukan
secara konkret. Usaha ini
baru dilaksanakan sebatas
pada tahap pewacanaan
untuk mempersiapkan mental karyawan MPP. Hal ini dilakukan karena
karyawan PT. MGM di Laung Tuhup Site
ini masih terbilang relatif muda untuk pensiun.
7.
Penanggulangan Kebakaran
Kebakaran tidak menjadi potensi kebakaran yang sering terjadi pada
area pertambangan tetapi bisa
menjadi potensi bahaya
yang sangat potensial
pada tempat-tempat tertentu seperti di area gudang handak dan tangki
penyimpanan BBM. Oleh karena itu, upaya penanggulangan kebakaran tetap menjadi
materi yang harus dikuasai oleh karyawan. Untuk melaksanakan hal ini, PT MGM
tidak membentuk unit pemadam
kebakaran namun dengan
menyusun SOP untuk penanggulangan keadaan berbahaya
kebakaran yang diharapkan nantinya semua karyawan bisa tanggap akan keadaan
berbahaya dan bisa melakukan pengelolaan terhadap bahaya kebakaran. Dalam
pelaksanaannya, penanggulangan kebakaran ini memiliki dua macam program
kegiatan yaitu:
a.
Program Preventif
Safety department telah
menempatkan fire protection di
tiap–tiap unit kantor, kantin dan camp
serta unit-unit lainnya yang memiliki potensi bahaya kebakaran seperti gudang
handak, lokasi mixing bahan peledak
dan area tangki penyimpanan BBM sebagai
usaha preventif terhadap
bahaya kebakaran serta memberikan pembinaan terhadap karyawan
tentang tindakan pertama yang harus dilakukan jika terjadi kebakaran.
1.
Fire Protection
Pelaksanaan program preventif dalam menanggulangi kebakaran, pihak
manajemen berusaha untuk
melibatkan semua karyawan. Kegiatan ini direalisasikan dengan
mengadakan pelatihan fire extinguished serta pembinaan pada karyawan mengenai
pelaksanaan penanganan keadaan darurat yang sesuai dengan SOP
Adapun fire protection yang ada
di PT. Marunda
Grahamineral ini adalah:
a. Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang ada disetiap unit area
bangunan dengan jenis yang
disesuaikan dengan klasifikasi
api yang potensial menyebabkan kebakaran.
b. Hidran pada beberapa area seperti di sekitar gudang handak dan
sekitar tangki penyimpanan BBM.
c. Perlengkapan evakuasi korban.
2. Pemeliharaan dan Pemeriksaan Sarana Pemadam Kebakaran
Pemeliharaan dan
pemeriksaan sarana pemadam
kebakaran bertujuan untuk
mempersiapkan alat pemadam agar setiap saat alat tersebut bisa digunakan jika
dibutuhkan. Pemeliharaan ini dilakukan staf dari safety department. Sarana pemadam kebakaran yang dipasang di setiap
unit bangunan antara lain:
a. Hidran hanya diletakkan pada area gudang handak yang dihubungkan
dengan pipa air bertekanan.
b. Alat pemadam api ringan (APAR) diletakkan pada camp,
kantin, kantor, tangki penyimpan BBM dan area mixing bahan peledak dengan jenis bahan pemadam sesuai dengan
karakteristik api.
3.
Program Pengendalian
Kebakaran
Pada program pengendalian
kebakaran, pihak manajemen
tidak menyediakan tim khusus
untuk memadamkan kebakaran.
Namun, pihak manajemen menempuh
jalan dengan memberikan training kepada seluruh
karyawan untuk tanggap terhadap keadaan darurat yang salah satunya disebabkan
oleh kebakaran.
4.
Pengawasan Pelaksanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja
5.
Pengawasan kesehatan dan
keselamatan kerja meliputi beberapa kegiatan dengan safety department sebagai
koordinatornya. Kegiatan pengawasan tersebut antara lain:
a.
SOP penanganan keadaan
darurat.
b.
Satuan inspeksi gabungan K3
yang dilakukan oleh tim inspeksi.
c.
Inspeksi khusus keselamatan kerja yang dilakukan oleh intern
departemen safety.
d.
Inspeksi rutin
K3 yang dilaksanakan
oleh tiap departemen
dan dikoordinasikan oleh pengawas masing-masing.
6.
Sistem Izin Kerja Berbahaya
7.
Izin Kerja
Panas (Heat Work Permit)
Ijin kerja panas adalah izin kerja yang
diterapkan untuk setiap pekerjaan yang
menggunakan atau menghasilkan
nyala dalam kegiatannya
serta dilaksanakan bukan di tempat yang biasa dilakukan pekerjaan atau
di daerah yang mengandung bahan–bahan mudah
terbakar. Izin kerja
ini biasa diberlakukan untuk pekerjaan pengelasan di
dekat tangki BBM.
1.6 Implementasi
Sistem Manajemen K3
Sistem Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja
(SMK3) PT. Marunda
Grahamineral ini adalah
integerasi dari Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Tujuan dari
penerapan SMK3 ini
adalah untuk mencapai
target produktivitas yang diinginkan
perusahaan dengan tidak
mengabaikan kaidah- kaidah kemanusiaan
dan lingkungan. SMK3
ini juga sebagai
acuan bagi manajemen dalam
membuat kebijakan dan melaksanakan setiap aktivitas proses produksi maupun
proses penunjangnya.
Sasaran dari
implementasi SMK3 ini
adalah untuk mencapai
dan mempertahankan target “zero accident”, meminimalisir dampak
lingkungan dengan tidak mengenyampingkan upaya untuk meningkatkan
produktivitas dan mengoptimalkan kinerja kerja sehingga mencapai profit yang
setinggi mungkin dengan biaya produksi yang seminimal mungkin.
1.7 Higene
Perusahaan dan Kesehatan Kerja
1.
House Keeping
Penataan
stasiun kerja atau house keeping pada beberapa stasiun kerja di PT.MGM juga
menjadi perhatian khusus, misalnya di laboratorium, areal work shop dan gudang
handak. Penataan ini lebih ditekankan untuk penyimpanan alat-alat dan bahan
yang digunakan.Terutama house keeping pada gudang handak yang setiap item-nya
diatur oleh Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.
2.
Monitoring Lingkungan
Monitoring lingkungan
sebagai upaya pemantauan
terhadap higene lingkungan kerja
juga telah dilakukan
oleh pihak manajemen
PT. MGM. Monitoring ini
ada yang dilakukan
langsung oleh safety
department dan environment
department dan ada juga
yang dilakukan oleh pihak independen yaitu
Universitas Palangkaraya dan
Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan. Beberapa faktor fisik yang telah dilakukan monitoring adalah
debu, kebisingan untuk lingkungan sekitar, kebisingan untuk lingkungan kerja,
suhu, kelembaban, kecepatan angin dan arah angin.
3.
Pelayanan Kesehatan
Kinerja program
kesehatan kerja dinilai
dari tingkat absen
karyawan karena sakit. PT. MGM memberikan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan
di klinik yang berada dalam satu kompleks dengan camp karyawan. Tiap klinik dikelola
oleh satu tenaga
paramedis dengan obat-obatan
serta perlengkapan pengobatan
untuk penanganan kecelakaan ringan. Fasilitas
olahraga untuk menunjang
kesehatan karyawan juga
telah disediakan oleh pihak manajemen.
Perhatian
terhadap monitoring lingkungan dan sanitasi juga merupakan wujud pelayanan
kesehatan yang berupa usaha preventif. Usaha
prefentif lain yang
ditempuh manajemen adalah
dengan memberikan vaksinasi dan medical check up untuk semua karyawan.
Selain usaha preventif, usaha
pemantauan kesehatan serta
konsultasi kesehatan yang
ditangani oleh tenaga paramedis
di klinik juga ditempuh pihak manajemen untuk meningkatkan derajat kesehatan
karyawannya.
4.
Fasilitas Kesehatan Kerja
Fasilitas kesehatan
yang disediakan oleh
PT. MGM adalah
dengan disediakannya klinik dengan satu paramedis dan satu dokter
berstatus kontrak yang didatangkan dari
RSUD Muara Teweh.
Fasilitas yang ada
di klinik perusahaan berupa ruang
pemeriksaan, obat-obatan dan perlengkapan pertolongan pertama pada
kecelakaan. Untuk perawatan
lanjutan pihak manajemen
juga menyediakan rumah sakit
rujukan yang bekerjasama
dengan RSUD Muara Teweh.
5.
Pengujian Kesehatan
Pengujian
kesehatan yang dilaksanakan oleh PT. MGM adalah pengujian kesehatan berkala
dengan mengadakan medical check up
yang dilaksanakan rutin secara bergilir yang bekerjasama dengan laboratorium
klinik Prodia.
1.8 Gizi
Kerja
Gizi Kerja adalah gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja
untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban
kerjanya atau ilmu gizi yang diterapkankepada masyarakat tenaga kerja dengan
tujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan tenaga kerja sehingga tercapai
tingkat produktivitas dan efisiensi kerja yang setinggi-tingginya. Penyakit
Gizi Kerja merupakan penyakit gizi sebagai akibat kerja ataupun ada hubungan
dengan kerja. Pengelolaan makan bagi tenaga kerja adalah suatu rangkaian
kegiatan penyediaanmakan bagi tenaga kerja di perusahaan yang dimulai dari
rencana perencanaan menu hingga peyajiannya dengan memperhatikan kecukupan
kalori dan zat gizi, pemilihan jenis dan bahan makanan, santasi tempat
pengolahan dan tempat penyajian, waktu dan teknis penyajian bagi tenaga kerja.
Produktivitas merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu
kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini atau perbandingan antara
output (keluaran atau jumlah yang dihasilkan) dengan input (masukan atau
setiap sumber daya yang digunakan).
Pelayanan
gizi kerja di PT. MGM diatur dan dilaksanakan sepenuhnya oleh catering dari CV. Cendana. Menu makanan
pun sepenuhnya diatur oleh catering
CV. Cendana dengan tenaga ahli dari tataboga. Dengan fasilitas makan tiga kali satu hari; sarapan, makan siang dan
makan malam serta satu kali ekstra food
pada sore hari setelah jam kerja selesai. Penyusunan menu dirancang per satu
minggu dengan persetujuan dari beberapa kepala bagian. Namun secara prinsip,
perhitungan dan analisa kualitatif maupun kuantitatif kalori, karbohidrat,
mineral, protein dan vitamin belum pernah dilakukan baik dari ahli gizi maupun dari penelitian dari pihak independen
tentang gizi kerja.
1.9 Sistem
Pengelolaan Lingkungan
Kegiatan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan dilakukan mengikuti kemajuan tambang.
Departemen lingkungan PT.
MGM melakukan dua
usaha dalam pengelolaan lingkungan yaitu; usaha pengelolaan lingkungan
dan usaha pemantauan lingkungan.
1.
Teknik dan Metode
Pengelolaan Lingkungan Teknik pengelolaan yang dilakukan pada penambangan
terbuka antara lain dengan melakukan (RKTTL PT. MGM, 2008):
2.
Penimbunan kembali tanah
penutup yang telah diangkat saat penambangan kedalam lubang bekas tambang dan
menutupnya dengan tanah pucuk secara tersebar sesuai dengan pola dan kemajuan
tambang.
3.
Untuk menghindari hilangnya
material tanah akibat dari erosi air permukaan maka akan dilakukan penimbunan
secara langsung ke dalam lubang bekas tambang, kemudian membuat pengaturan
kemiringan 25%.
4.
Untuk meghindari
erosi yang mungkin
timbul dari tanah
pucuk yang disimpan untuk
sementara waktu maka
dilakukan penutupan sementara dengan mulsa dan atau “cover crop” untuk menghindari erosi
permukaan dan kemiringan lereng timbunan akan diupayakan selandai mungkin.
-
Lahan Bekas Tambang
Pengelolaan lahan bekas
tambang di PT. MGM saat ini menggunakan sistem back filling yaitu dengan mengembalikan batuan penutup (overburden) ke dalam lahan bekas tambang
serta menutupnya dengan lapisan tanah pucuk untuk kemudian ditanami kembali.
Penimbunan akan dilakukan hingga mencapai level yang mendekati kondisi awal
(RKTTL PT. MGM, 2008).
-
Timbunan Tanah atau Batuan
Penutup
Timbunan tanah dan batuan
penutup lapisan batubara pada umumnya disebut dengan “ overburden” atau batuan
penutup. Batuan overburden tersebut terdiri
dari “mudstone”, “shale”,
batu pasir serta
adanya “andesit” di
lokasi tambang Mantubuh Tenggara dalam bentuk intrusi sill. Ketebalan
tanah pucuk pada umumnya bervariasi antara 0,5 sampai 1 meter.
Pengelolaannya dilakukan
dengan membuat lereng timbunan agak landai sesuai dengan
karekteristik batuan yang
ditimbun. Hal ini
dilakukan untuk menghindari erosi
air bila hujan turun. Serta membuat drainase di sekitarnya agar air permukaan
tersebut dapat tertampung dulu ke dalam settling
pond sebelum dialirkan ke
sungai (RKTTL PT. MGM, 2008).
a.
Tanah Pucuk (Pengamanan dan
Pemeliharaan)
Pengupasan tanah
pucuk merupakan tindakan
awal yang dilakukan sebelum suatu
proses penambangan dimulai.
Ketebalan yang harus
dikupas disesuaikan dengan karakteristik dan ketebalan dari tanah pucuk
tersebut. Sifat- sifat tanah pucuk tersebut didapatkan dari hasil survey tanah
yang telah dilakukan. Tanah pucuk tersebut dapat langsung disebarkan ke lahan
reklamasi yang sudah siap maupun
disimpan sebagai tumpukan
tanah pucuk, jika
belum tersedianya lahan yang
siap untuk penempatan
tanah pucuk.
Lokasi penyimpanannya diusahakan
pada daerah yang
datar dan tidak
mengganggu kegiatan penambangan. Selama dalam penyimpanan, tumpukan
tanah pucuk akan disebar dengan tanaman
merambat (cover crop) untuk mengurangi
terjadinya erosi dari air permukaan (RKTTL PT. MGM, 2008).
b.
Tanah Buangan di Luar
Tambang
Setelah pengupasan
tanah pucuk selesai
akan diteruskan dengan pengupasan tanah penutup. Pada awal
pembukaan Pit biasanya tanah penutup akan ditimbun di luar tambang, tetapi jika
lokasi penimbunan tanah penutup pada lokasi
bekas tambang sudah tersedia maka tanah penutup yang telah dikupas sedapat mungkin
digunakan untuk menimbun
lubang bekas penambangan terdahulu (backfilling). Tetapi jika masih tidak memungkinkan, tanah penutup
tersebut akan ditimbun di luar tambang. Batuan penimbun yang berpotensi asam
ditempatkan di lubang bekas tambang diatur hingga sedemikian rupa sehingga
tidak diterpa oleh udara maupun air. Timbunan tanah/batuan penutup tersebut
akan dipersiapkan menjadi lahan reklamasi (RKTTL PT. MGM, 2008).
-
Kualitas Air
Teknik
pengelolaan dan pengontrol kualitas air limpasan tambang adalah melalui
pengendapan dan penetralan dengan menggunakan kapur dan tawas di kolam
pengendapan (settling pond).Penetralan
akan dilakukan jika pH < 6.00 dengan
menggunakan kapur dan penggunaan tawas
jika terjadi kekeruhan. Umumnya kolam
pengendapan terdiri dari
beberapa bagian yaitu
kolam pengendap dan kolam penetral.
Aliran air
dari permukaan akibat adanya hujan atau air tanah dikumpulkan terlebih dahulu
di kolam penetralan, kemudian akan terus mengalir ke kolam berikutnya untuk
pengecekan pH dan jika pH-nya netral maka akan dialirkan kedalam kolam
pengendap kemudian dilakukan penjernihan. Pengelolaan air limbah dari kegiatan
domestik dikumpulkan ke dalam septic tank
yang dibuat di sekitar camp Menyango
dan Jamut.
Pengelolaan
air limpasan dari tempat
penumpukan batubara di
Jamut dilakukan juga
dengan menggunakan beberapa kolam
pengendap yaitu kolam
untuk penetralan dan kolam untuk penjernihan. Air limpasan dari stockpile akan dialikan
ke kolam penetralan pertama dan bila
kandungan asamnya tinggi maka akan
dilakukan penetralan dengan memberikan
kapur, sampai air
tersebut mempunyai pH mendekati normal kemudian bila masih keruh
maka akan ditebarkan tawas sampai jernih, kemudian baru dialirkan ke sungai
terdekat (RKTTL PT. MGM, 2008).
c.
Limbah Padat
Limbah padat
yang dihasilkan terdiri
dari dua jenis
yaitu limbah domestik dan limbah
sarana penunjang. Limbah yang dihasilkan sarana penunjang terdiri dari limbah
logam, ban bekas dan limbah kayu. Limbah yang terbuat dari logam dikumpulkan
terlebih dahulu pada
suatu tempat, untuk
kemudian disalurkan kepada pengumpul yang berminat.
Limbah ban
bekas diusahakan dapat dimanfaatkan kembali untuk konstruksi kapal dan
pelabuhan. Bila jumlah limbah ban bekas menumpuk banyak, ban bekas tersebut
akan digunakan kembali sebagai sarana pengendali erosi di lahan bekas tambang (mine
out) disamping itu juga limbah
yang lain termasuk
limbah domestik akan
dibuang di daerah
bekas tambang kemudian ditutup
kembali dengan overburden
(RKTTL PT. MGM, 2008).
d.
Limbah Kimia/B3
Limbah B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun) yang
timbul akibat dari kegiatan penunjang penambangan terdiri dari oli bekas dari
alat berat, sisa gemuk, aki bekas, cairan aki bekas serta bahan bakar yang
sudah kadaluarsa dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut dikumpulkan terlebih
dahulu di suatu tempat khusus yang telah diberi notasi kemudian disalurkan
kepada pihak ketiga atau pengumpul yang telah memperolah izin dari BAPEDALDA
setempat. Saat ini limbah-imbah padat tersebut diserahkan pengelolaannya pada
(RKTTL PT. MGM, 2008):
-
CV. NAZAR yang beralamat di
Pulau Sari RT.1 No 40 Kecamatan Tambang Ulang Tanah Laut Kalimantan Selatan.
-
Rekomendasi BAPEDALDA
No:660.1/REK/002/VI/2004/BAPEDALDA.
e.
Kualitas Udara
Pengendalian debu
dilakukan secara berkala
dengan jalan melakukan penyiraman pada tempat-tempat yang
mempunyai potensi tinggi menghasilkan debu,
baik debu yang
dihasilkan dari proses
penambangan maupun proses pengangkutan batubara. Penyiraman
dilakukan dengan menggunakan truk tangki air sesuai dengan kebutuhan terutama
pada kondisi musim kemarau (RKTTL PT. MGM, 2008).
e.
Lingkungan Sosial
Pengelolaan komponen
lingkungan sosial dilakukan
dengan mengimplementasikan
program kegiatan pengembangan
masyarakat yang disesuaikan dengan
kebutuhan kondisi masyarakat
sekitar tambang dan kemampuan perusahaan (RKTTL PT. MGM,
2008).
1. Pemantauan Lingkungan
Pemantauan lingkungan (Environmental Monitoring) adalah proses
pengamatan, pencatatan, pengukuran, pendokumentasian secara verbal dan visual
menurut prosedur standard tertentu terhadap satu atau beberapa komponen
lingkungan dengan menggunakan satu atau beberapa parameter sebagai tolok ukur
yang dilakukan secara terencana, terjadwal dan terkendali dalam satu siklus waktu
tertentu.
Dalam Pemantauan lingkungan biasanya
di lakukan lah monitoring agar dapat menghasilkan data yang tepat sebagai unsur
analisa suatu pengamatan.
2. Pemantauan Kualitas Air
Pemantauan lingkungan
untuk manajemen air
meliputi usaha pengambilan sampel
air harian untuk pengukuran pH, kekeruhan dan temperatur. Pada pengukuran ini
standar yang ditetapkan untuk pH adalah 6-8. Bila kualitas pH air belum
memenuhi standar yang ditetapkan, pihak manajemen melakukan usaha pengelolaan
kembali dengan menambahkan kapur tohor untuk menaikkan pH air sampai mendekati
normal. Kekeruhan yang ditetapkan sesuai standar baku mutu air
tambang adalah 294
NTU (Nephelometrik Turbidity
Unit) bila kekeruhan air belum mencapai standar maka akan dilakukan
pengelolaan lebih lanjut dengan menambahkan tawas untuk mengurangi kekeruhan
tersebut.
Selain
pengambilan sampel harian,
departemen lingkungan juga melakukan pengambilan sampel bulanan.
Pengukuran kualitas air pada sampel bulanan yang diukur antara lain; Total
Suspensi Solid (TSS)
adalah sedimen yang tidak bisa diendapkan
lagi yaitu maksimal
400mg/L, kandungan besi
yaitu maksimal 7 mg/L, kandungan mangan yaitu 4 mg/L dan pH antara 6-8.
8.
Monitoring Lingkungan
Usaha untuk
memonitoring lingkungan ditempuh
manajemen dengan mengadakan
pengukuran langsung yang dilaksanakan sendiri dari pihak internal dan adapula
yang dilaksanakan oleh
pihak eksternal yaitu
Universitas Palangkaraya dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan.
Monitoring yang telah dilaksanakan sebagai usaha pemantauan lingkungan adalah
pengukuran tentang kebisingan,
debu, suhu, kelembaban,
kecepatan angin dan
arah angin. Untuk pengukuran kebisingan
yang telah dilaksanakan
adalah kebisingan untuk lingkungan masyarakat dan kebisingan untuk
lingkungan kerja.
1.10 Ergonomi
1.
Material Handling
Kegiatan
pertambangan ini dilakukan dengan sistem padat modal yang menyebabkan tidak
terlalu banyaknya karyawan
yang terlibat di
lokasi penambangan. Begitu juga dengan aktivitas material
handling -nya yangsemuanya menggunakan alat berat dengan
teknologi tinggi. Keergonomisan alat disesuaikan dengan standar distributor
alat tetapi tidak menyebabkan gangguan kerja
yang sangat signifikan
walaupun pembuatan alatnya
tidak disesuaikan dengan
anthropometri operatornya karena
hampir semua alat bisa disesuaikan
dengan operatornya dan alat yang digunakan adalah produk Asia sehingga tidak
ada perbedaan bentuk fisik yang begitu signifikan.
2.
Shift Kerja
Jam kerja
di PT. MGM adalah 10 jam kerja dengan 1 jam
istirahat perhari atau 70 jam kerja dengan 7 jam kerja perminggu. Jam
kerja di perusahaan ini tidak menggunakan sistem libur akhir pekan tetapi
menggunakan sistem cuti yaitu:
-
Karyawan non staf : 10 minggu kerja dan 2 minggu cuti
-
Karyawan staf supervisor ke bawah : 8 minggu kerja dan 2 minggu cuti
-
Karyawan staf superintendent ke atas : 6 minggu kerja dan 2 minggu cuti
3.
Lingkungan Kerja
Keadaan
di lingkungan kerja terdapat
beberapa faktor bahaya seperti debu, kebisingan
serta tekanan panas
dan potensi bahaya
seperti peledakan, kecelakaan
oleh mesin-mesin yang digunakan serta kecelakaan dalam lalulintas tambang. Lokasi
kerja berada di
tengah hutan dan
jauh dari pemukiman penduduk.
2.
Sikap Kerja
Sikap kerja
karyawan adalah duduk
dan berdiri namun
tidak dalam frekuensi bergantian
yang tinggi. Namun sikap kerja yang dominan dari karyawan di kantor adalah
sikap kerja duduk, sedangkan karyawan yang stasiun kerjanya di lapangan memiliki
sikap kerja dominan berdiri.
1.11 Kampanye
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Pada
pertambangan batubara di PT. MGM ini banyak sekali usaha yang dilakukan untuk
mengkampanyekan K3 antara
lain; ditekankannya setiap departemen untuk melaksanakan safety talk sebagai agenda rutin, membagikan buku manual K3 sebagai
petunjuk dalam melaksanakan pekerjaannya, banyaknya poster-poster dan
spanduk untuk mengingatkan
seluruh karyawan untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan
kerja serta diadakannya lomba dan reward
untuk mengajak semua karyawan berperan aktif dalam mengkampanyekan K3
Proses
produksi penambangan batubara ini
dimulai dengan land clearing yaitu membersihkan lahan penambangan dengan
cara memotong pepohonan dan menyingkirkan
segala sesuatu yang dapat menghambat aktivitas penambangan. Setelah land clearing usaha selanjutnya adalah removing top soil yaitu mengambil dan memindahkan tanah pucuk yang
dikumpulkan pada tempat penampungan top
soil sementara yang diberi nama stockpile. Pengambilan top soil ini harus benar- benar menjadi
perhatian agar tidak tercampur dengan lapisan batuan atau tanah yang lain
sehingga bisa dimanfaatkan lagi pada saat reklamasi dan revegetasi.
Kegiatan
selanjutnya adalah melakukan removing
lapisan overburden(OB) dengan
pemboran dan peledakan.
Lapisan tanah OB tersebut kemudian
dimuat dan dibawa ke sampai pada
lapisan batubara. Setelah
lapisan batubara ditemukan
maka dilakukanlah digging and loading yaitu penggalian
batubara dan dimuat kedalam truk Volvo
untuk diangkut ke lokasi coal crushing
plant (CCP) dan melalui proses produksi selanjutnya. Berikut adalah bagan
alir proses penambangan batubara:
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Faktor dan Potensi Bahaya
2.2.1 Faktor
Bahaya
A.
Faktor Fisik
1.
Penerangan
Pada
prinsipnya, pengukuran untuk penerangan baik di dalam maupun di luar ruangan
belum pernah dilakukan sebagai usaha pengendalian faktor bahaya di tempat kerja.
Penerangan untuk pekerjaan
di kantor maupun
di tambang menggunakan dua sumber
penerangan yaitu penerangan alami dan penerangan buatan .
Untuk pekerjaan di
kantor misalnya, pekerjaan
dilakukan pada pagi sampai sore hari yang mendapat
penerangan campuran yaitu alami dan buatan. Pekerjaan yang
dilakukan di kantor
adalah aktivitas menulis
dan berdiskusi dengan penerangan
buatan menggunakan lampu
TL sebagai sumber
cahaya. Sedangkan penerangan di
tambang yang dilakukan
selama 24 jam
dengan menggunakan
penerangan alami dari
sinar matahari pada siang
hari dan penerangan buatan dari
lampu fluoresensi pada malam hari.
Pengukuran
untuk penerangan ini tidak dilakukan karena keterbatasan alat dan sumber daya
manusia yang dimiliki. Namun sebagian besar karyawan merasa tidak
perlu ada upaya
paksa untuk melihat
dengan jelas dengan penerangan yang ada.
Ini membuktikan bahwa
karyawan menerima intensitas penerangan yang
cukup dan sesuai
dengan pekerjaan mereka.
Namun pada prinsipnya walaupun
kecelakaan yang pernah
ada tidak disebabkan
karena intensitas penerangan yang
diterima karyawan, pengukuran
penerangan harus tetap dilakukan
sebagai upaya pengendalian
faktor bahaya di
tempat kerja.
Pengukuran
intensitas penerangan yang belum pernah dilakukan menyebabkan pihak manajemen
tidak tahu apakah intensitas penerangan yang ada sudah sesuai dengan standart
yang ditetapkan dalam PMP No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat- syarat Kesehatan,
Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja. Pekerjaan di kantor merupakan
pekerjaan teliti dan menurut PMP No. 7 tahun 1964 tentang Syarat-syarat
Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja
untuk pekerjaan teliti
seperti aktivitas di
kantor memerlukan penerangan
rata-rata ruangan sebesar 300-700 lux. Pekerjaan yang dilakukan di area tambang
adalah pekerjaan bongkar muat dengan ketelitian sedang berarti memerlukan
intensitas penerangan lokal minimal sebesar 100 lux.
2.
Kebisingan
Hasil
pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
untuk lingkungan kerja di hopper
adalah 98,5 dB dan pada jarak ± 5 meter dari hopper adalah sebesar
87 dB, menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999 tentang NAB
Faktor Fisik di Tempat Kerja yaitu 85 dB untuk pekerjaan selama 8 jam per hari
atau 40 jam per minggu. Pada prakteknya,
tidak ada karyawan yang berada
pada jarak 1 meter
dari hopper kecuali bila ada
kerusakan yang memerlukan perbaikan. Namun usaha perbaikan tersebut dilakukan
dengan mematikan operasi
alat.
Pada jarak
±5 meter dari hopper
ada beberapa aktivitas
yang dilakukan oleh
karyawan tetapi hanya dilakukan selama beberapa menit saja
sehingga intensitas kebisingan yang ada tidak berada di atas NAB. Hasil pengukuran
intensitas kebisingan yang diukur oleh penulis pada tanggal 1 sampai 11 Maret
2009 di beberapa tempat seperti di control
room pada stone crushing plant sebesar 93,9 dB,di work shop sebesar 91,7 dB, di lokasi
sampling coal crushing plant sebesar
87,7 dB dan dozer dengan kabin
terbuka adalah sebesar 103 – 109 dB berada di atas NAB menurut Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisik di Tempat Kerja
yaitu 85 dB untuk pekerjaan selama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu,
karena aktivitas pekerjaan di lokasi tersebut dilakukan selama 9 sampai 10 jam
kerja per hari.
Hasil pengukuran
intensitas kebisingan untuk
lingkungan sekitar dari Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan
untuk area pemukiman
atau perumahan adalah sebesar 54
sampai 62 dB berada di atas NAB menurut Keputusan Menteri Lingkungan No: Kep-48/MenLH/11/1996 Tentang Baku Mutu
Kebisingan yaitu 55 dB untuk lokasi pemukiman dan perumahan. Namun intensitas
kebisingan yang berada di atas NAB ini bukan disebabkan oleh aktivitas
pertambangan PT. MGM, melainkan dari
sumber energi listrik
yang digunakan oleh
warga itu sendiri.
Intensitas
kebisingan untuk lokasi perkantoran sebesar 53 sampai 61 dB berada di
bawah NAB menurut
Keputusan Menteri Lingkungan No: Kep- 48/MenLH/11/1996 Tentang Baku Mutu
Kebisingan yaitu 65 dB untuk lokasi perkantoran dan perdagangan. Pihak manajemen
telah melakukan upaya
pengendalian dengan
menyediakan alat pelindung
telinga berupa ear
plug dan ear muff serta dipasangnya rambu-rambu
peringatan dan rambu informasi besarnya kebisingan di lokasi tersebut.
Walaupun demikian, usaha
perbaikan konstruksi masih
sangat perlu untuk dilakukan
sebagai upaya pengendalian kebisingan yang pertama dan utama sehingga
diharapkan nantinya karyawan tidak perlu lagi menggunakan APD bila konstriksi
ruangan atau alat telah diperbaiki
3.
Tekanan Panas
Hasil
pengukuran suhu kerja dari Balai Teknik
Kesehatan Lingkungan adalah sebesar 25 – 32 °C, sedangkan suhu nikmat kerja
adalah pada suhu 24 – 26 Pekerjaan yang dilakukan di area tambang dengan
kategori pekerjaan berat memiliki iklim kerja sangat tinggi. Untuk
mengantisipasi penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh tekanan panas,
perusahaan kemudian menyediakan air minum kemasan untuk dibawa ke lokasi kerja.
Namun pekerjaan dengan tekan panas tinggi ini tidak dilakukan selama 8 jam
kerja terus-menerus. Sedangkan untuk pekerjaan di kantor, manajemen
mensiasatinya dengan menggunakan air conditioning (AC) yang
terpasang disetiap ruangan.
Dari hasil pengukuran yang dilaksanakan pada
tanggal 4-6 Nopember, suhu udara di lingkungan kerja yang berkisar antara
25 – 32
ºC bila disesuaikan
dengan Kepmenaker No. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas
Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola maka jam kerja karyawan harus diatur
yaitu 25% jam kerja dan 75% jam istirahat dengan sistem rolling ataudenganalternatif lain yaitu mengurangi beban kerja
Jam kerja karyawan harus disesuaikan dengan iklim kerja yang
dialami dengan menyesuaikan kategori
pekerjaan masing-masing sesuai
dengan Kepmenaker No. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja
Indeks Suhu Basah dan Bola.
B. Faktor Kimia
1.
Debu
Hasil
pengukuran debu total di beberapa titik yang dilaksanakan pada tanggal 4-6
Nopember oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan adalah 29,728 µg/m3 ; 49,134
µg/m3 ; 16,101 µg/m3 ;
35,027 µg/m3 ; 16,688
µg/m3 ; 109,661 µg/m3 . Menurut
SNI 19 – 7119.3 – 2005 tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional NAB debu total
untuk waktu pemaparan selama 24 jam adalah 230 µg/m3 . Dari hasil pengukuran
tersebut dapat diketahui bahwa debu total yang ada di lingkungan kerja PT. MGM
berada di bawah NAB yang ditetapkan.
Hal ini
karena pihak manajemen
melakukan pengendalian terhadap
debu dengan melakukan
penyemprotan di jalan hauling dan di area tambang secara rutin setiap harinya. Selain itu
perusahaan juga memberikan masker sebagai alat perlindungan dari bahaya debu.
Pengukuran debu khusus batubara belum pernah dilakukan baik oleh pihak internal perusahaan maupun
pihak eksternal. NAB debu batubara menurut SNI 19-0232-2005 adalah 2 mg/m3 .
2.
Fume
Fume yang ada pada lingkungan
kerja ini dihasilkan dari gas emisi alat berat
yang digunakan pada
proses penambangan. Upaya
pengendalian faktor bahaya ini
bisa dilakukan dengan mengupayakan konstruksi alat berat dengan kabin tertutup
untuk meminimalisir adanya penyakit akibat kerja yang diakibatkan oleh fume.
Perusahaan juga memberikan
APD berupa masker
untuk mengantisipasi bahaya fume ini.
Namun pengukuran mengenai besarnya fume
di lingkungan kerja belum pernah
dilakukan. Oleh karena itu, pihak
manajemen belum mengetahui apakah kadar fume di lingkungan kerja berada di atas atau di bawah NAB.
C. Faktor Biologi
Faktor
biologi bisa menjadi bahaya yang mengganggu pekerjaan. Untuk mengantisipasinya bisa
dilakukan dengan jalan
memakai baju kerja
yang menutupi semua bagian tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.
D. Faktor Fisiologis
Faktor
bahaya fisiologis bisa timbul bila terjadi ketidakserasian antara alat dengan kemampuan tubuh. Namun karena
sebagian besar alat bantu kerja yang digunakan ini bisa disesuaikan dengan
operator menjadikan faktor bahaya fisiologis ini tidak menjadi masalah yang
sangat mempengaruhi kinerja karyawan.
E. Faktor Mental Psikologis
Lokasi
tempat kerja yang berada jauh dari pemukiman penduduk bisa menjadi faktor
bahaya berupa gangguan mental psikologis bagi karyawannya. Oleh karena itu,
perusahaan memberlakukan sistem kerja cuti supaya karyawan bisa berkumpul
dengan keluarga dan membaur dengan masyarakat sebagai upaya pengendalian faktor
bahaya mental psikologis yang bisa dialami karyawannya.
2.2.2
Potensi Bahaya
1.
Peledakan
Upaya untuk
mengantisipasi bahaya peledakan yang telah dilakukan oleh pihak manajemen
sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor:
555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum
Bab II Mengenai Bahan Peledak dan Peledakan.
2.
Kebakaran
Usaha yang
dilakukan untuk mengantisipasi bahaya kebakaran dan upaya pengendalian terhadap
bahaya kebakaran telah sesuai dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan
Umum Bab IV Tentang Sarana Tambang di Permukaan Bagian Ketiga Mengenai
Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran.
3.
Tertimpa Material
Potensi
bahaya tertimpa meterial bisa terjadi saat aktivitas loading atau pada saat dilakukannya blasting. Untuk menghindari potensi bahaya ini, pihak manajemen telah
mengantisipasinya ketika safety induksi yang
memaparkan radius aman saat adanya aktivitas blasting agar tidak terkena material. Namun, kehati-hatian dan
kepatuhan karyawan atau pengunjung
menjadi faktor utama pencegahan terjadinya kecelakaan tersebut. Usaha
yang dilakukan tersebut telah sesuai
dengan Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi
nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pertambangan Umum.
4.
Kecelakaan Lalulintas
Tambang
Kecelakaan lalulintas
tambang merupakan jenis
potensi bahaya yang sering terjadi. Berbagai upaya telah
dilakukan manajemen berupa aturan-aturan yang
harus dipatuhi semua driver. Peraturan
tersebut berupa kewajiban menggunakan sabuk pengaman, menyalakan
lampu, monitoring dengan
radio, pengaturan batas maksimum
kecepatan, rambu-rambu lalulintas sampai pemasangan bendera sebagai tanda.
Namun,
terlepas dari itu semua kehati-hatian dan kepatuhan driver dan operator adalah kunci
utama agar tidak
terjadi kecelakaan lalulintas tambang. Semua peraturan dan ketentuan
yang berlaku di PT. MGM diintegerasikan dan
telah sesuai dengan
Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pertambangan Umum.
5.
Longsor
Untuk
potensi bahaya longsor, usaha pencegahaan hanya bisa dilakukan dengan
pengaturan kemiringan desain konstruksi tambang. Oleh karena itu pihak
manajemen mengambil kebijakan
untuk memberlakukan standar
kemiringan tambang yang selandai
mungkin. Upaya pengendalian
lonsor dalam desain konstruksi tambang disesuaikan dengan
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum.
2.2
Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
Secara
administartif PT. MGM sudah
menerapkan SMK3 yang telah
sesuai dengan Keputusan
Menteri Pertambangan dan
Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum. Namun, secara
aplikatif masih ada beberapa poin dalam SMK3 tersebut yang belum
terlaksana seperti monitoring
lingkungan tempat kerja
dan pengukuran semua faktor
fisik dan faktor
kimia di lingkungan
tempat kerja.
Upaya ini
dimaksudkan untuk mengetahui kadar faktor bahaya di tempat kerja apakah berada
pada tingkat mengganggu
dan membahayakan karyawan
atau tidak. Sehingga kemudian
manajemen bisa menganalisa
tindakan yang memungkinkan untuk
dilakukan sebagai upaya
pengendalian faktor bahaya di tempat kerja.
2.3
Sistem
Keselamatan Kerja
1.
Sistem Pengelolaan
Keselamatan Kerja
Pengelolaan sistem
keselamatan kerja telah
diatur dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Bab I Bagian keenam Mengenai Pedoman Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Pertambangan. Pengelolaan sistem keselamatan kerja yang
ditetapkan dalam peraturan tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. MGM
misalnya belum dilakukannya identifikasi dan pengukuran semua faktor bahaya dan
potensi bahaya yang ada untuk selanjutnya dilakukan tindakan analisa.
2.
Fasilitas
Pengadaan
alat pelindung diri bagi karyawan PT.
MGM berdasarkan pada Undang-Undang No. 1
tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pelaksanaannya telah sesuai dengan
Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada pasal 9 ayat 1
sub b yang menyatakan bahwa pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada
tiap tenaga kerja baru tentang semua pengaman dan alat perlindungan yang
diharuskan di tempat kerja dan pada pasal 9 ayat 1 sub c menyatakan bahwa
pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan tentang alat-alat perlindungan
diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
Penyediaan
fasilitas keselamatan kerja di PT. MGM ini juga telah sesuai dengan
Undang-Undang No. 1 tahun 1970 pasal 15 sub c yang menyatakan bahwa pengurus
diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri yang diwajibkan
pada tenaga kerja
yang berada di
bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang
memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pengawas atau ahli Keselamatan Kerja.
-
Penanggulangan Kebakaran
Program penanggulangan kebakaran di sektor pertambangan telah
diatur dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum pada Bab IV bagian
ketiga mengenai Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
a.
Program Preventif
Program
preventif yang dilaksanakan oleh PT. MGM ini sesuai dengan Kepemenaker
Kep-186/MEN/1999 pasal 2 ayat 2 sub b tentang penyediaan saran proteksi, alarm
dan pemadam kebakaran dan sarana (Fire
Protection) dan sub e tentang pelatihan (pembinaan).
b.
Pemeliharaan dan Pemeriksaan
Sarana Pemadam Kebakaran
Pemeliharaan dan
pemeriksaan sarana pemadam
kebakaran bertujuan untuk
mempersiapkan alat pemadam agar setiap saat alat tersebut bisa digunakan jika
dibutuhkan. Pemeliharaan ini dilakukan staf dari safety department .
Hal ini
sesuai dengan Kepmenaker No. KEP-186/MEN/1999 pasal 2 ayat 4 sub b tentang jenis,
cara pemeliharaan dan penggunaan sarana proteksi kebakaran di tempat kerja.
c.
Sertifikasi Instalasi
Berbahaya & Sertifikasi Keahlian
Sertifikasi
instalasi berbahaya ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi No. 555.K/M.PE/1995. Semua
instalasi ini sudah mendapatkan sertifikasi dari Direktorat
Teknik Mineral dan Batubara serta dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
d.
Sistem Izin Kerja Berbahaya
Pemberlakuan
surat izin kerja berbahaya
yang dilaksanakan oleh PT. MGM
telah sesuai dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor:
555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum.
2.4
Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
a.
House Keeping
House keeping untuk beberapa unit
instalasi berbahaya telah
diatur pengaturannya oleh Keputusan
Menteri Pertambangan Dan
Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Salah satunya
pengaturan pada gudang handak yang dilakukan sudah sesuai dengan
Keputusan Menteri Pertambangan
Dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995 BAB II tentang Bahan
Peledak dan Peledakan.
b.
Monitoring Lingkungan
Usaha monitoring
lingkungan yang dilakukan
oleh PT. MGM
yang bekerta sama dengan
Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan merupakan upaya pemantauan lingkungan
kerja yang di
sesuaikan dengan Keputusan
Menteri Pertambangan Dan Energi
Nomor 555.K/26/M.PE/1995 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Pertambangan Umum yaitu
pada Bab III
mengenai Lingkungan Tempat Kerja.
Namun monitoring
lingkungan kerja ini
belum melakukan identifikasi atau pengukuran untuk semua faktor
bahaya yang ada sehingga belum
memenuhi semua ketentuan yang digunakan. Oleh karena itu, masih diperlukan
penambahan poin monitoring faktor bahaya di tempat kerja.
c.
Pelayanan Kesehatan
Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan
PT. MGM sesuai dengan
Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi
No. 03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan pasal 1, yaitu pelayanan
kesehatan dilaksanakan bertujuan:
a.
Memberikan bantuan kepada
tenaga kerja dalam menyesuaikan diri baik fisik maupun mental, terutama dalam
penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja.
b.
Melindungi tenaga kerja terhadap
setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
c.
Meningkatkan kesehatan
badan, kondisi mental
dan kemampuan fisik karyawan.
d.
Memberikan pengobatan dan
perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit.
Selain itu, pelayanan
kesehatan tersebut juga
telah sesuai dengan Keputusan Menteri
Pertambangan Dan Energi
Nomor 555.K/26/M.PE/1995 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum pada Bab I bagian kesebelas
Mengenai Kesehatan yaitu
penyediaan ruang ganti
pakaian, penyediaan air bersih, jamban dan larangan mengkonsumsi minuman
beralkohol.
d.
Fasilitas Kesehatan
Fasilitas
kesehatan yang tersedia berupa klinik di setiap komplek camp, paramedis dan obat-obatan sudah mencukupi kebutuhan
pelayanaan kesehatan. Selebihnya untuk karyawan yang tidak bisa ditanggulangi
di klinik perusahaan akan dirujuk ke RSUD Muara Teweh. Fasilitas kesehatan yang
lain juga berupa medical check up, pemberian vaksin, penyediaan sarana
olahraga dan pemantauan gizi kerja. Hal ini telah sesuai dengan Keputusan
Menteri Pertambangan Dan
Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum pada Bab IV Mengenai
Sarana Tambang Permukaan.
e.
Pemeriksaan Kesehatan
Usaha
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh PT. MGM telah sesuai dengan
Undang-Undang Keselamatan Kerja
No. 1 tahun 1970 pasal 8 yang
menyatakan bahwa:
a.
Pengurus diwajibkan
memberikan pemeriksaan kesehatan
badan, kondisi mental dan
dipindah sesuai dengan
sifat-sifat pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
b.
Pengurus diwajibkan
memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara berkala
pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.
Selain itu, kewajiban perusahaan untuk memberikan pelayanan
kesehatan juga telah diatur
dan dilaksanakan oleh
PT. MGM sesuai
dengan Keputusan Menteri Pertambangan
Dan Energi Nomor
555.K/26/M.PE/1995 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum Bab I Bagian Keenam Pasal 27
Mengenai Pemeriksaan Kesehatan.
2.5
Gizi
Kerja
Persyaratan
umum bangunan seperti lokasi kantin, fasilitas, lantai, langit- langit, peralatan
masak, peralatan makan dan dapur terlihat bersih dan sudah sesuai dengan
Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan
Higene Sanitasi Jasa Boga untuk
Persyaratan Umum Lokasi, Bangunan dan Fasilitas Kantin Perusahaan. Pengelola kantin
dilakukan oleh CV.
Cendana namun tidak
ada tes kesehatan untuk pengelola
kantin. Petugas kantin juga tidak menggunakan tutup rambut dan
tutup mulut seperti
ketentuan yang ada
dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang
Persyaratan Higene Sanitasi Jasa
Boga: ”Untuk melindungi pencemaran
terhadap makan digunakan celemek/apron,
tutup rambut dan mulut serta sepatu dapur”.
2.6
Sistem
Pengelolaan Lingkungan
Sistem pengelolaan
lingkungan diatur dalam
Undang–Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di dalamnya tercakup kebijakan pemerintah
yang meliputi:
1. Usaha penanggulangan dampak lingkungan
2. Usaha konvervasi sumber daya alam
3. Usaha pencegahan atau
pemberantasan dampak lingkungan
melalui penerapan baku mutu lingkungan dalam Keputusan Kementerian
Lingkungan Hidup No. 02
/MENKLH/1988, tentang Pedoman
Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
4. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
5. Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986, tentang AMDAL
Pengelolaan lingkungan hidup dalam Undang–Undang No. 2 tahun 1982
pasal 1 ayat 2 adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, peraturan, pemeliharaan,
pengawasan, pengendalian, pemulihan
dan pengembangan lingkungan
hidup. Pada ayat tersebut mengandung tujuan pokok pengelolaan yaitu
terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan
dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana serta
berkesinambungan untuk menjamin kebutuhan generasi masa kini dan masa yang akan
datang (Pekerjaan Kegiatan Pemantauan Lingkungan Triwulan IV PT. MGM, 2005).
Pengelolaan lingkungan seperti yang dimaksud dalam Undang–Undang
No. 2 tahun 1982 pasal 1 ayat 2 telah diupayakan oleh pihak manajemen MGM
sebagai upaya pengendalian
dampak lingkungan yang
dilaporkan per tiga bulannya ke Dinas Pertambangan dan
Energi Kabupaten Murung Raya, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi
Palangkaraya dan Direktorat Teknik Mineral dan Batubara Jakarta.
2.7
Sistem
Pengelolaan Lingkungan
Sistem Pengelolaan
Lingkungan dapat diartikan sebagai integrasi dari struktur organisasi, wewenang
dan tanggung jawab, mekanisme dan prosedur/proses, praktek operasional, dan
sumberdaya untuk implementasi pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan meliputi segenap
aspek fungsional pengelolaan untuk mengembangkan, mencapai, dan menjaga
kebijakan dan tujuan organisasi dalam isu-isu lingkungan hidup.
Sistem Pengelolaan
Lingkungan memberikan mekanisme untuk mencapai dan menunjukkan kinerja
lingkungan yang baik, melalui upaya pengendalian dampak lingkungan dari
kegiatan, produk dan jasa.
Agar dapat diimplementasikan secara
efektif, Sistem Pengelolaan Lingkungan harus mencakup beberapa elemen utama
sebagai berikut:
1.
Kebijakan lingkungan:
pernyataan tentang maksud kegiatan pengelolaan lingkungan dan prinsip-prinsip
yang digunakan untuk mencapainya.
2.
Perencanaan; mencakup
identifikasi aspek lingkungan dan persyaratan peraturan lingkungan hidup yang
bersesuaian, penentuan tujuan pencapaian dan program pengelolaan.
3.
lmplementasi; mencakup
struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, pelatihan, komunikasi,
dokumentasi, pengendalian dan tanggap darurat.
4.
Pemeriksaan reguler dan
tindakan perbaikan: mencakup pemantauan, pengukuran, dan audit.
5.
Kajian pengelolaan;
kajian tentang kesesuaian dan efektifitas sistem untuk mencapai tujuan dan
perubahan yang terjadi di luar organisasi.
Sistem pengelolaan
lingkungan diatur dalam
Undang–Undang No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di dalamnya tercakup kebijakan pemerintah
yang meliputi:
1. Usaha penanggulangan dampak lingkungan
2. Usaha konvervasi sumber daya alam
3. Usaha pencegahan atau
pemberantasan dampak lingkungan
melalui penerapan baku mutu lingkungan dalam Keputusan Kementerian Lingkungan
Hidup No. 02
/MENKLH/1988, tentang Pedoman
Penetapan Baku Mutu Lingkungan.
4. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Lembaga swadaya masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang
didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat umum
tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa
Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non pemerintah (disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggris: non-governmental
organization; NGO).
Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara.
Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri
sbb :
-
Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah,
birokrasi ataupun Negara
-
Kegiatan dilakukan untuk kepentingan
masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang di
lakukan koperasi ataupun organisasi
profesi
5. Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986, tentang AMDAL
Pengelolaan lingkungan hidup dalam Undang–Undang No. 2 tahun 1982
pasal 1 ayat 2 adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, peraturan, pemeliharaan,
pengawasan, pengendalian, pemulihan
dan pengembangan lingkungan
hidup. Pada ayat tersebut mengandung tujuan pokok pengelolaan yaitu terlaksananya
pembangunan berwawasan lingkungan dan
terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana serta
berkesinambungan untuk menjamin kebutuhan generasi masa kini dan masa yang akan
datang (Pekerjaan Kegiatan Pemantauan Lingkungan Triwulan IV PT. MGM, 2005).
Pengelolaan lingkungan seperti yang dimaksud dalam Undang–Undang
No. 2 tahun 1982 pasal 1 ayat 2 telah diupayakan oleh pihak manajemen MGM
sebagai upaya pengendalian
dampak lingkungan yang
dilaporkan per tiga bulannya ke Dinas Pertambangan dan
Energi Kabupaten Murung Raya, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi
Palangkaraya dan Direktorat Teknik Mineral dan Batubara Jakarta.
2.8
Ergonomi
a.
Material Handling
Aktivitas material handling yang sepenuhnya dibantu oleh alat dengan teknologi tinggi bisa
menjadi faktor bahaya yang membutuhkan konsentrasi dan kompetensi tinggi dari
operatornya. Oleh karena itu, diberlakukannya SIMPER oleh manajemen perusahaan
untuk operator alat berat dan driver
adalah sebuah keputusan yang bijak untuk mengantisipasi kecelakaan kerja.
b.
Shift Kerja
Perusahaan ini
memberlakukan 10 jam
kerja dengan 1
jam istirahat perhari atau 70 jam
kerja dengan 7 jam istirahat per minggu telah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Nomor:
PER- 15/MEN/VII/2005 Tentang Waktu
Kerja dan Istirahat
Pada Sektor Usaha Pertambangan Umum
Pada Daerah Operasi
Tertentu Hal ini dikarenakan ketentuan dalam
Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi
Nomor: KEP-234/MEN/2003 tidak efisien dan efektif untuk dijalankan,
mengingat kondisi di tempat kerja yang berada di tempat terpencil.
Kemudian,
untuk pehitungan waktu kerja lembur dan upah karyawan telah sepenuhnya diatur
dalam Peraturan Menteri tersebut.
2.9
Kampanye
K3
Kampanye K3 diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran tentang K3 atau safety aware Selain itu,
kegiatan yang dilakukan
untuk mengkampanyekan K3 seperti lomba poster, membuat logo dan
lain-lain juga bertujuan melibatkan semua
karyawan untuk ikut
berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan dan keselamatan
kerja serta turut mengkampanyekannya.Kinerja
program kesehatan kerja
dinilai dari tingkat
absen karyawan karena sakit.
PT. MGM memberikan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan di
klinik yang berada dalam satu kompleks dengan camp karyawan. Tiap klinik dikelola
oleh satu tenaga
paramedis dengan obat-obatan
serta perlengkapan pengobatan
untuk penanganan kecelakaan ringan. Fasilitas
olahraga untuk menunjang
kesehatan karyawan juga
telah disediakan oleh pihak manajemen. Perhatian terhadap monitoring
lingkungan dan sanitasi juga merupakan wujud pelayanan kesehatan yang berupa
usaha preventif. Usaha prefentif lain
yang ditempuh manajemen
adalah dengan memberikan vaksinasi dan medical check up untuk semua karyawan. Selain usaha preventif,
usaha pemantauan kesehatan
serta konsultasi kesehatan
yang ditangani oleh tenaga paramedis di klinik juga ditempuh
pihak manajemen untuk meningkatkan derajat kesehatan karyawannnya
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
observasi hasil kegiatan praktek kerja lapangan dan pembahasan yang telah
dilakukan, maka kesehatan dan keselamatan kerja pada pertambangan batubara di
PT. Marunda Grahamineral dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Sistem manajemen kesehatan
dan keselamatan kerja (SMK3) PT. MGM ini adalah integerasi dari Keputusan
Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan
Kerja Pertambangan Umum, namun
dalam pelaksanaannya masih
ada beberapa poin dalam
SMK3 tersebut yang
belum terlaksana seperti
monitoring lingkungan tempat kerja dan pengukuran semua faktor fisik dan
faktor kimia di lingkungan tempat kerja.
2.
Faktor fisik berupa penerangan,
dan radiasi radio
aktif belum pernah dilakukan monitoring. Faktor fisik
berupa kebisingan di beberapa lokasi kerja dan tekanan panas di Camp Jamut
sekitar daerah CCP berada di atas NAB. Usaha
pengendalian yang telah
dilakukan oleh pihak
perusahaan adalah dengan engineering control dan administrative control berupa pemasangan peredam dan ruangan
tertutup pada sumber bising serta
pemberlakauan shift kerja untuk tekanan panas. Namun usaha pengendalian berupa
pemberian APD untuk pengendalian terhadap bahaya kebisingan belum dilakukan
oleh pihak perusahaan.
3.
Faktor kimia berupa debu
berada di bawah NAB, sedangkan faktor kimia fume
belum diadakan monitoring.
4.
Gizi kerja dikelola oleh
pihak ketiga belum memenuhi semua persyaratan dalam Surat Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang
Persyaratan Higene Sanitasi
Jasa Boga: ”Untuk
melindungi pencemaran
terhadap makan digunakan
celemek/apron, tutup rambut
dan mulut serta sepatu dapur”, karena analisis gizi kerja baik secara
kualitatif maupun kuantitatif belum pernah dilakukan oleh pihak internal
perusahaan maupun dari pihak independen.
3.2
Saran
Dari
kesimpulan tersebut diatas, maka saran yang diajukan oleh penulis adalah
sebagai berikut:
1. Perlu diadakannya monitoring untuk semua faktor bahaya dan potensi
bahaya yang ada.
2. Perlu dilakukan usaha pengendalian faktor bahaya baik fisik maupun
kimia yang melebihi NAB menurut standar yang digunakan.
3. Perlu adanya peninjauan secara insidental tentang
pengimplementasian SOP peledakan di lokasi
tambang.
4. Perlu ditingkatkannya house
keeping di gudang handak sesuai dengan standar
5. Perlu diberikannya pemahaman
kepada seluruh karyawan
untuk aktif melaporkan keadaan
berbahaya, keadaan hampir
celaka (nearmiss) dan kecelakaan
kerja sekecil apapun
akibatnya, untuk kelengkapan
data serta untuk pelaksanaan
tindakan pencegahan kecelakaan
kerja sedini mungkin.
6. Perlu dilakukannya analisis mengenai gizi kerja baik secara
kaulitatif maupun kuantitatif serta perlu
dilakukannya usaha-usaha pemenuhan
persyaratan seperti yang tertulis
dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI No.
715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Higene Sanitasi Jasa Boga : ”Untuk melindungi pencemaran
terhadap makan digunakan celemek/apron, tutup rambut dan mulut serta sepatu
dapur”.
7. Perlu diintensifkan safety talk dan training internal K3 untuk membudayakan behavior basic safety (BBS) kepada semua
karyawan.
8. Perlu diadakannya pemberian reward
kepada karyawan yang memiliki kinerja kerja yang baik dan kepatuhan yang tinggi
terhadap aturan sebagai contoh bagi
karyawan lain dan
memotivasi mereka untuk
berlomba-lomba meningkatkan kinerja kerjanya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Badan Standarisasi Nasional,
2005. Standar Nasional Indonesia No. SNI
19-0232-2005 Tentang Nilai Ambang Batas Zat Kimia di Udara Tempat Kerja. Jakarta.
2.
Badan Standarisasi
Nasional, 2005. Standar
Nasional Indonesia No.
SNI 19-7119.3-2005 Tentang Baku
Mutu Udara Ambien Nasional. Jakarta.
3.
Bennett Silalahi dan Rumondang Silalahi, 1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo
4.
Departemen Kesehatan RI,
2003. Surat Keputusan Menteri Kesehatan
RI No. 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Higene Sanitasi Jasa Boga. Jakarta.
5.
Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi,
2007. Himpunan Peraturan Perundang-undangan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta.
6.
Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, 2005. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja RI
No. PER-15/MEN/VII/2005 Tentang
Waktu Kerja dan Istirahat
Pada Sektor Usaha
Pertambangan Umum Pada
Daerah Operasi Tertentu. Jakarta.
7.
Direktorat Teknik Mineral
dan Batubara, 2004. Keputusan Menteri Petambangan dan Energi
Nomor: 555.K/M.PE/1995 Tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pertambangan Umum. Jakarta.
8.
PT. Marunda Grahamineral,
2008, Laporan Triwulan Enviroment
Department. Murung Raya: PT. Marunda Grahamineral.
9.
PT. Marunda Grahamineral,
2005. Pekerjaan Kegiatan Pemantauan
Lingkungan Triwulan IV. Murung Raya: PT. Marunda Grahamineral.
10. PT. Marunda Grahamineral, 2006. Manual Kesehatan dan
Keselamatan Kerja. Murung Raya: PT.
Marunda Grahamineral.
11. PT. Marunda Grahamineral
2007, Inspeksi Keselamatan
& Kesehatan Kerja Terencana. Murung Raya: PT. Marunda
Grahamineral.