Proposal Keselamatan & Kesehatan Kerja di Industri
Pembuatan Sepatu
1.1 Latar Belakang
Kesehatan dan
keselamatan kerja adalah suatu aspek atau unsur kesehatan yang erat hubungannya
dengan lingkungan kerja dan pekerjaan secara langsung maupun tidak langsung
dapat meningkatkan efisiensi dan produktifitas tenaga kerja atau pekerja.
Menurut Suma’mur,
keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja
yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.
Kesehatan dan kerja sangat erat
hubungannya, sebab lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan seseorang.
Pekerja mungkin saja terpapar dengan mesin-mesin berbahaya, bahan kimia
berbahaya, ataupun situasi kerja penuh tekanan.
Oleh karena itu diperlukan
pengetahuan dan kesadaran bagi para pekerja terhadap kesehatan lingkungan kerja
yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja.
Kesehatan dan
keselamatan kerja merupakan aspek penting dalam pekerjaan atau kegiatan hidup
lainnya. Kesehatan kerja selalu dijadikan sebagai bahasan utama ketika
berbicara mengenai pekerjaan. Pekerjaan yang dimaksud adalah segala usaha yang
dilakukan manusia baik yang bersifat formal maupun informal.
Pengertian kesehatan dan
keselamatan kerja memang sudah seharusnya dipahami secara umum oleh seluruh
pekerja, hal ini dikarenakan K3 memegang peranan penting dalam pelaksanaan dan
peningkatan kerja para pekerja.
Aspek keselamatan kerja memang harus
dipahami oleh semua orang sebab dalam konteksnya, keselamatan kerja ini untuk
mencegah terjadinya kejadian negative/kejadian yang tidak diinginkan dalam
kehidupan setiap orang.
Pada aspek kehidupan, kejadian
negative atau yang biasa kita sebut dengan kecelakaan dapat saja terjadi. Hal
ini dikarenakan setiap aspek kehidupan membawa serta ancaman dibalik
eksistensinya. Kita harus mewaspadai setiap kemungkinan yang ada dibalik
kondisi yang kita miliki.
Sama halnya pada
industri sepatu, berbagai kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dapat
terjadi. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan pekerja terhadap
kesehatan dan keselamatan kerja itu sendiri.
Selain kemungkinan besar terjadinya
kecelakaan kerja pada pekerja, penyakit akibat kerja juga tidak menutup
kemungkinan dapat terjadi pada pekerja
apalagi pada industri. Hal ini disebabkan karena pada biasanya mereka
bekerja dengan peralatan – peralatan yang berbahaya.
Berdasarkan landasan
diatas maka timbul pemikiran dan keinginan untuk mengobservasi kesehatan dan
keselamatan kerja pada industri yaitu
industri sepatu. Selain itu observasi ini juga merupakan salah satu kewajiban
untuk memenuhi tugas mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Berbagai
Bidang.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar
belakang yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
yaitu :
a. Untuk
mengetahui kegiatan atau proses kerja atau suatu operasi yang ada pada Pabrik
Sepatu.
b. Untuk
mengetahui permasalahan dan isu-isu K3 yang ada pada Pabrik Sepatu.
c. Untuk
mengetahui program pengelolaan K3 pada kegiatan pembuatan sepatu.
d. Untuk
mengetahui dasar hukum terkait Pabrik Sepatu.
e. Untuk
mengetahui rencana pengelolaan dan organisasi pengelolaan K3 yang ada Pabrik
Sepatu.
1.3 Rumusan Masah
Berdasarkan latar
belakang dan tujuan diatas maka rumusan masalah dari makalah ini yaitu ;
a. Bagaimana
kegiatan atau proses kerja atau suatu operasi yang ada pada Pabrik?
b. Apa
permasalahan dan isu-isu K3 yang ada pada Pabrik Sepatu?
c. Apa
saja program pengelolaan K3 pada kegiatan pembuatan sepatu?
d. Apa
saja dasar hukum terkait Pabrik Sepatu?
e. Apa
rencana pengelolaan dan organisasi pengelolaan K3 yang ada Pabrik Sepatu?
1.4 Indikator Penyebab Kecelakaan
Kerja
Keselamatan dan
kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan
kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan
makmur (Mangkunegara, 2002).
Keselamatan Kerja
merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram
bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan (Suma’mur
2001).
Menurut Mangkunegara (2002, p.170),
bahwa indikator penyebab kecelakaan kerja adalah:
- Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:
• Penyusunan
dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan
keamanannya.
• Ruang
kerja yang terlalu padat dan sesak.
• Pembuangan
kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
- Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:
• Pengaman
peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
• Penggunaan
mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik Pengaturan penerangan.
1.5 Permasalahan K3 di Pabrik
Sepatu
1.5.1 Faktor Teknis
- Pengetahuan Tentang K3
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dapat
ditarik kesimpulan bahwa informan mempunyai sedikit pengetahuan tentang
kesehatan dan keselamatan kerja. Tapi karena faktor kebiasaan, hal tersebut
tidak dihiraukan bahkan tidak diaplikasikan.
- Kondisi Lingkungan Kerja
a. Lingkungan Fisik
Pada Potensial Hazard Lingkungan Fisik yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja
dilihat dari lingkungan fisik potensi
yang dapat menjadi faktor risiko sesuai
dengan hasil observasi antara lain :
• Tata Ruang
Dengan tempat
industri yang cukup besar tetapi dalam tata ruang dan penataan perlengkapan kurang maksimal
sehingga hal ini bisa mempengaruhi kenyamanan dan keleluasaan pekerja.
Lingkungan yang tidak kondusif seperti ini dapat
megakibatkan pekerja sulit mengatur gerak dalam ruangan ditambah lagi beberapa
barang penyimpanan dan meja tempat pengguntingan, mesin jahit itu sendiri yang ditata kurang
sistematis membuat rungan terlihat sempit.
Ruang kerja yang sempit juga dapat mempengaruhi tingkat
stress pekerja karenan ini dianggap mengancam keamanan dan kenyamanan mereka
dalam bekerja.
• Kebisingan
Setelah melakukan observasi di lokasi industri
sepatu, pada industri ini terdapat 4
mesin jahit yang berjalan dan cukup menimbulkan suara kebisingan yang dapat
mengakibatkan penurunan kemampuan daya konsentrasi dan daya dengar bila terjadi
dalam waktu yang lama.
Contohnya karena kebisingan, pekerja menjadi tidak
konsentrasi sehingga bisa saja terjadi kesalahan dalam pembuatan sepatu. Selain
itu kemungkinan kecelakaan kerja dapat terjadi sehingga mengakibatkan
luka, baik yang permanen maupun
yang tidak.
b. Lingkungan Biologi
Potensial lingkungan biologi pada pekerja adalah dari
bahan baku yang digunakan selama proses kerja seprti bahan imitasi dan bahan
kulit. Didalam serat bahan tidak menutup kemungkinan terdapat banyak baketri
dan jamur yang bersifat pathogen bagi
tubuh manusia. Oleh sebab itu ini dapat mengakibatkan kemungkinan besar untuk
terinfeksi bakteri dan jamur tersebut.
c. Lingkungan Kimia
Bahan kimia yang terkandung dalam lem yang digunakan
pekerja untuk memasang upper dengan sol sepatu mengakibatkan Dalam proses
produksinya, penggunaan lem yang mengandung bahan kimia berbahya merupakan hal
yang tidak bisa dihindari. Berdasarkan studi yang dilkukan oleh Departemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Msyarakat, Universitas
Indonesia bekerja sama dengan Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, diketahui bahwa
terdapat pelarut organik dalam lem berupa
toluena lebih dari 70% dan pelarut benzena sekitar 1-2% (Widjaja, 2008).
Kedua pelarut tersebut bersifat toksik, bahkan
benzena bersifat karsinogen, sehingga kontak langsung dengan manusia
sedapat mungkin harus dihindarkan.
sehingga dikhawatirkan pekerja
dapat terkena dampak kesehatan seperti sindroma pelarut (pusing, mual, sulit berkonsentrasi),
sakit paru, liver, dan leukemia. Upaya pencegahan dan perlindunan pada pekerja
sangatlah penting dilakukan. Salah satu
upaya untuk menurunkan risiko kesehatan pada pekerja adalah dengan melakukan
sosialisasi dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan pekerja mengenai bahaya kimia pada lem dan cara aman
bekerja dengan bahan kimia lem. Peningkatan pemahaman pekerja tentang bahaya
kimia akan memicu terciptanya perilaku kerja yang aman sehingga dapat
menurunkan risiko munculnya penyakit akibat kerja.
d. Lingkungan Fisiologi
• Sikap
Tubuh
Para pekerja memang dituntut untuk duduk lebih lama.
Kondisi dominan berada dalam kondisi duduk,
kepala menunduk, punggung membungkuk serta leher menekuk dapat
mengakibatkan penyakit dan kecelakaan kerja.
Misalnya posisi duduk
sekalipun pada saat duduk menurut
tegangan pada kaki rendah, sikap tak alami dapat dihindari, konsumsi
energi terkurangi dan kebutuhan peredaran darah hanya sedikit (Sastrowinoto,
1985). Akan tetapi untuk posisi duduk yang keliru dan terlalu lama tanpa adanya
refleksi otot punggung dapat mengakibatkan sakit punggung. Selain itu pada saat
duduk otomatis perut mengendor maka ini dapat mengakibatkan gangguan dalam
salauran pencernaan dan paru-paru.
• Penggunaan
APD
Pekerja sama sekali tidak menggunakan alat pelindung diri
karena menurutnya hanya dapat memperlambat pekerjaanya dan mereka jadi
terganggu dalam mengerjakan tugasnya. APD yang harus digunakan pada industri
ini adalah:
§ Masker
§ Alas kaki
§ Sarung tangan
§ Sarana dan Peralatan Kerja
Peralatan kerja yang digunakan pada industri ini seperti
palu, paku, tang, pisau, gunting dapat berpotensi mengakibatkan kecelakaan
kerja terlebih para pekerja juga tidak memakai alat pelindung diri. seperti
gunting tidak dilengkapi dengan pengaman. dan banyak peralatan – peralatan
tersebut yang berkeliaran dilantai sedangkan para pekerja tidak memakai alas
kaki.
1.5.2 Faktor Manusia
1. Kesehatan Tenaga Kerja
Dari hasil observasi melihat kesehatan pekerja terlihat
baik, tetapi ketidakpedulian para
pekerja terhadap hal – hal yang mereka anggap sepele justru dapat membahayakan
kesehatan mereka, seperti pada bau lem yang mereka hirup terus – menerus.
Selain itu pada benda – benda tajam yang berserakan yang dapat menimbulkan
kecelakaan kerja.
2. Kesesuaian Sikap, Cara dan Sistem Kerja
Para pekerja pada industri sepatu ini setiap hari
sekurang – kurangnya selama 8 jam melakukan pekerjaan dengan duduk, hal ini
dapat menyebabkan beberapa gangguan kesehatan.
1.6 Peraturan Perundangan Terkait
tentang Pabrik Sepatu
1. Pabrik
sepatu merupakan salah satu bidang usaha yang bergerak pada bidang industri
tekstil yang disebutkan pada Surat Keputusan Menteri Perindustrian Indonesia
No.19/M/I/1986 tentang klasifikasi Industri, yakni:
• Industri
kimia dasar: misalnya industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb.
• Industri
mesin dan logam dasar: misalnya industri pesawat terbang, kendaraan bermotor,
tekstil dan lain-lain.
• Industri
kecil: industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah
dan lain-lain.
• Aneka
industri: industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.
- Pasal 21 UU Perindustrian
Perusahaan industri mempunyai kewajiban dalam upaya
pencegahan timbulnya kerusakan dan
pencemaran terhadap lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalam Pasal 21 UU
Perindustrian yang berbunyi:
• Perusahaan
industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam
serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup
akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
• Pemerintah
mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai
pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap
lingkungan hidup akibat kegiatan industri.
• Kewajiban
melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis
industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
- Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian
Menurut Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian,
perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan
keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses
industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang dilakukan. Dampak
negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan
kesehatan masyarakat di sekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah,
air, dan udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri. Dalam hal ini,
Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan untuk menanggulanginya.
1.7 Perencanaan Pengelolaan K3 di
Pabrik Sepatu
Untuk menentukan arah
dan batasan alur dari pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada sebuah
pabrik sepatu ini diperlukan Perencanaan Pengelolaan K3 yang biasanya dilakukan
oleh Sistem Manajemen K3 yang nantinya akan memberikan keuntungan besar pada
pabrik tersebut.
Perencanaan tersebut
dapat meliputi :
1. Penetapan Kebijakan K3
Menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada
seluruh pekerja. Dalam penyusunan kebijakan K3, pengusaha paling sedikit harus:
• Melakukan tinjuan awal kondisi
K3 yang, meliputi :
a. Identifikasi
potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko.
b. Perbandingan
penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih baik.
c. Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan.
d. Kompensasi
dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan
keselamatan.
e. Penilaian
efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
f. Memperhatikan
peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus menerus.
g. Memperhatikan
masukan dari pekerja atau serikat pekerja.
h. Kebijakan
K3 paling sedikit harus memuat :
(1)Visi
(2)Tujuan perusahaan
(3)Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan
(4)Kerangka dan program kerja yang mencangkup kegiatan
perushaaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.
- Perencanaan K3
Perencanaan K3 dimaksudkan untuk
menghasilkan rencana K3. Rencana K3 ini
disusun dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada kebijakan K3 yang
telah ditetapkan. Dalam menyusun rencana K3 harus melibatkan Ahli K3, Panitia
Pembina K3, wakil pekerja, dan pihak lain yang terkait di perusahaan. Dalam
penyusunan rencana K3, pengusaha harus mempertimbangkan:
• Hasil penelaahan awal.
• Identifikasi potensi bahaya,
penilaian, dan pengendalian risiko.
• Peraturan perundang-undangan
dan persyaratan lainnya.
• Sumber daya yang dimiliki.
Rencana K3 paling
sedikit memuat :
• Tujuan
dan sasaran
• Skala
prioritas
• Upaya
pengendalian bahaya
• Penetapan
sumber daya
• Jangka
waktu pelaksanaan
• Indikator
pencapaian
• Sistem
pertanggungjawaban
- Pelaksanaan Rencana K3
Berdasarkan rencana K3 yang telah ditetapkan, dalam
pelaksanaannya pengusaha didukung oleh SDM di bidang K3, sarana dan prasarana.
SDM yang dimaksud harus memiliki:
• Kompetensi
kerja yang dibuktikan dengan sertifikat.
• Kewenangan
di bidang K3 yang dibuktikan dengan ijin kerja dan/atau surat penunjukan dari
instansi yang berwenang.
Sarana dan prasana yang
dimaksud minimal harus terdiri :
• Organisasi
atau unit yang bertanggungjawab di bidang K3.
• Anggaran
yang memadai.
• Prosedur
operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian.
• Instruksi
kerja.
Syarat minimal kegiatan
pelaksanaan rencana K3 harus meliputi :
• Tindakan
pengendalian
• Perancangan
dan rekayasa
• Prosedur
dan instruksi kerja
• Penyerahan
sebagian pelaksanaan pekerjaan
• Pembelian/pengadaan
barang dan jasa
• Produk
akhir
• Upaya
menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri serta rencana
pemulihan keadaan darurat (dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya,
investigasi, dan analisa kegiatan).
Pelaksanaan rencana K3 berdasarkan identifikasi bahaya,
penilaian, dan pengendalian risiko yakni :
a. Menunjuk
SDM yang berkompeten dan berwenang di bidang K3.
b. Melibatkan
seluruh pekerja.
c. Membuat
petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh semua penghuni perusahaan.
d. Membuat
prosedur informasi yang harus dikomunikasikan ke semua pihak dalam perusahaan
dan pihak luar yang terkait.
e. Membuat
prosedur pelaporan yang terdiri:
• Terjadinya
kecelakaan di tempat kerja.
• Ketidaksesuaian
dengan peraturan perundang-undangan dan/atau standar.
• Kinerja
K3.
• Identifikasi
sumber bahaya.
• Dokumen
lain yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
• Mendokumentasikan
seluruh kegiatan yang dilakukan terhadap:
(1)
Peraturan perundang-undangan dan standar di bidang K3.
(2)
Indikator kinerja K3.
(3)
Izin kerja.
(4)
Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko.
(5)
Kegiatan pelatihan K3.
(6)
Kegiatan inspeksi, kalibrasi, dan pemeliharan.
(7)
Catatan pemantauan data.
(8)
Hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut.
(9)
Identifikasi produk terhadap komposisinya.
(10)
Informasi pemasok dan
kontraktor.
(11)
Audit dan peninjauan
ulang SMK3.
Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap
pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan
yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.
- Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3
Kegiatannya melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal
SMK3 dilakukan oleh SDM yang kompeten, jika tidak memiliki SDM yang kompeten
dapat menggunakan jasa pihak lain. Hasil pemantauan dan evaluasi kinerja K3
dilaporkan kepada pengusaha dan digunakan untuk melakukan tindakan perbaikan
yang dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
Fungsinya untuk menjamin kesesuaian dan efektivitas
penerapan SMK3 yang dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja
dalam hal:
• Terjadi
perubahan peraturan perundang-undangan.
• Adanya
tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar.
• Adanya
perubahan produk dan kegiatan perusahaan.
• Terjadi
perubahan struktur organisasi.
• Adanya
perkembangan IPTEK, termasuk epidemiologi.
• Adanya
hasil kajian kecelakaan di tempat kerja.
• Adanya
pelaporan.
• Adanya
masukan dari pekerja.
1.9 Pengelolaan Organisasi K3 di
Pabrik Sepatu
1. Kebijakan dan Kepemimpinan
Tujuan :
Menetapkan kebijakan K3 yang didukung oleh komitmen semua
unsur dalam perusahaan dan diimplementasikan dalam setiap kegiatan.
Implementasi :
• Mengembangkan
dan menetapkan kebijakan HSE dari manajemen puncak baik ditingkat korporat
maupun unit usaha atau lokasi kegiatan.
• Mensosialisasikan,
mengkomunikasikan dan menterjemahkankebijakan HSE dalam setiap kebijakan
organisasi.
• Membudayakan
kebijakan HSE di seluruh kalangan dan tingkatan.
- Administrasi dan Prosedur
Tujuan :
Meletakkan landasan
operasional bagi usaha HSE dalam perusahaan.
Implementasi :
• Adanya
organisasi HSE yang mantap.
• Adanya
kebijakan Manajemen terhadap HSE.
• Tersedianyanya
SDM untuk mengelola HSE.
• Ditetapkannya
prosedur, peraturan, dan pedoman kerja dalam bidang HSE dalam perusahaan.
• Adanya Sistem
Manajemen HSE yang terintegrasi.
- Panitia Pembina K3
Tujuan :
• Mengembangkan
keterlibatan semua unsur dalam program HSE.
• Membantu
Manajemen dalam mengimplementasikan program HSE dalam perusahaan.
Implementasi :
• Membentuk
komite HSE dalam setiap unit kegiatan.
• Menyelenggarakan
kegiatan Komite HSE secara berkala dengan melibatkan semua unsur terkait dalam
perusahaan.
• Menyelenggarakan
rapat Panitia secara berkala dan memberikan masukan kepada manejemen tentang
upaya peningkatn HSE dalam perusahaan.
- Pembinaan dan Pelatihan
Tujuan :
• Untuk
meningkatkan kesadaran dan budaya HSE pada pekerja dan seluruh pihak yang
terlibat dalam operasi perusahaan.
• Meningkatkan
kualitas manusia sebagai pelaksana asepek HSE.
Implementasi :
• Melakukan
Program pelatihan HSE.
• Melakukan
promosi HSE (Safety Promotion).
• Melaksanakan
Job Safety Analisys.
• Mengembangkan
komite HSE sebagai wadah peran serta pekerja.
- Safe Work Practice
Tujuan :
• Memastikan
bahwa semua kegiatan dan pekerjaan dijalankan dengan cara yang aman dan sesuai
dengan persyaratan.
• Memastikan
bahwa aspek HSE mendapat perhatian dan pertimbangan dalam melakukan setiap kegiatan.
• Mengembangkan
safe work practices untuk semua kegiatan berbahaya.
Implementasi :
Mengembangkan, mengkomunikasi dan mengimplementasikan
semua safe work practices sesuai dengan kebutuhan misalnya :
• Welding
and cutting
• Permit
system
• Confined
space
• Start up and shut down etc
- Kesehatan Kerja dan Higiene Industri
Tujuan :
• Mencegah
dan menghindarkan terjadinya penyakit akibat kerja di lingkungan perusahaan
• Memastikan
bahwa lingkungan kerja telah memenuhi persyaratan bagi pekerja
Implementasi :
• Mengembangkan
program higiene industri yang baik dan efektif seperti ergonomi, kebisingan dll
• Melakukan
pemantauan dan penanganan semua potensi penyakit akibat kerja
- Promosi dan Kampanye
Tujuan :
Memastikan bahwa semua pihak telah memahami dan menyadari
pentingnya HSE dan budaya K3 melalui
aktivitas promosi K3 dan kampanye lainnya.
Implementasi :
• Mengembangkan
program promosi HSE dan menerapkannya dalam operasi.
• Melakukan
kegiatan kapany HSE untuk meningkatkan kesadaran dan awarenesss emua pihak.
• Mengembangkan
program-program kampenye HSE sepertu buletin, poster, rambu-rambu dan bentuk
lainnya.
- Alat Keselamat Kerja
Tujuan :
Melindungi pekerja dari sumber bahaya melalui penyediaan
alat keselamatan yang sesuai.
Implementasi :
• Penyediaan
alat keselamatan yang sesuai.
• Pemantauan
penggunaan alat keselamatan.
- Manajemen Kebakaran
Tujuan :
Untuk mengelola potensi bahaya kebakaran sejak tahap
pencegahan, pendeteksian, penanggulangan dan rehabilitasinya.
Implementasi :
Memberlakukan sistem Manajemen Kebakaran yang baik yang
meliputi elemen sebagai berikut :
• Komitmen
• Organisasi
dan administratip
• Identifikasi
Bahaya Kebakaran
• Tinjauan
Rancang bangun
• Pembinaan
dan Pelatihan
• Proteksi
Kebakaran
• Inspeksi
Kebakaran
• Tanggap
darurat
• Penyelidikan
Kebakaran
• Audit Kebakaran
10. Manajemen Lingkungan-B3
Tujuan :
• Mengelola
semua bahan B3 yang digunakan, dihasilkan dan dipasarkan perusahaan dengan aman
dan selamat.
• Melindungi
tenaga kerja, lingkungan dan masyarakat luas dari dampak penggunaan bahan B3.
Implementasi :
• Menidentifikasi
semua B3 yang ada dalam perusahaan.
• Melakukan
pengelolaan B3 dengan cara yang benar dan aman.
• Menetapkan
prosedur pengelolaan B3.
• Mengikuti
Program PROPER di seluruh lokasi kegiatan.
11. Tanggap Darurat
Tujuan :
• Meyakinkan
bahwa semua keadaaan darurat dapat diatasi dengan cepat, tepat dan aman.
• Menekan
kerugian akibat kejadian yang tidak diinginkan dengan menanggulanginya sedini
mungkin.
• Menjamin
Koordinasi dalam penanggulangan keadaan darurat.
Implementasi :
• Prosedur
Keadaan Darurat Kebakaran.
• Prosedur
Keadaan Darurat Kecelakaan/Disaster.
• Prosedur
Keadaan Darurat Pencemaran/tumpahan minyak.
• Prosedur keadaan
Darurat Kegagalan Tenaga.
12. Audit
Tujuan :
• Untuk
mengetahui adanya penyimpangan dalam pelaksanaan HSE.
• Untuk
mengetahui kelemahan dan kelebihan perusahaan dalam menerapkan HSE.
• Sebagai
dokumen otentik untuk menghadapi klaim pihak ketiga.
• Dasar
pemberian Penghargaan HSE.
Implementasi :
• Audit
Keselamatan (Safety Audit)
• Audit
Lingkungan (Environmental Audit)
• Audit
Kebakaran ( Fire Audit)
• Audit
Kesehatan Kerja
1.7 Alat Keselamatan Kerja
Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan
yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan risiko kerja untuk menjaga
keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di sekelilingnya. Kewajiban itu
sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departement Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik
Indonesia. Hal ini tertulis di Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No. Per.08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri. Adapun bentuk dari alat
tersebut adalah :
- Safety Helmet
Safety helmet berfungsi sebagai pelindung
kepala dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung.
Sarung tangan berfungsi sebagai alat
pelindung tangan pada saat bekerja di tempat atau situasi yang dapat
mengakibatkan cedera tangan. Bahan dan bentuk sarung tangan di sesuaikan dengan
fungsi masing-masing pekerjaan.
- Penutup Telinga (Ear Plug / Ear Muff)
Penutup telinga (ear plug/ear muff) berfungsi sebagai pelindung
telinga pada saat bekerja di tempat yang bising.
- Kaca Mata Pengaman (Safety Glasses)
Kaca mata pengaman (safety glasses) berfungsi sebagai pelindung
mata ketika bekerja (misalnya mengelas).
- Masker (Respirator)
Masker (respirator) berfungsi sebagai penyaring
udara yang dihirup saat bekerja di tempat dengan kualitas udara buruk (misal
berdebu, beracun, dsb).
Pelindung wajah (face shield) berfungsi sebagai pelindung
wajah dari percikan benda asing saat bekerja (misal pekerjaan menggerinda)
Semua jenis APD harus digunakan sebagaimana mestinya, gunakan pedoman
yang benar-benar sesuai dengan standar keselamatan kerja
(K3L : Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lingkungan). APD harus digunakan sesuai dengan jenis pekerjaan
dan dalam jumlah yang memadai, memastikan APD yang dugunakan aman untuk
keselamatan pekerja, selain itu APD juga harus sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan
Daftar Pustaka
7.
http://hiperkes.wordpress.com/2008/04/04/alat
-pelindung-diri/