Jumat, 16 November 2018

Modul Peraturan K3


2.1  Ketentuan OHSAS 14001 dan ISO 45001
Occupational Health and Safety Assesment Series-18001 adalah standard internasional untuk aplikasi System Manajemen Kesehatan & Keselamatan Kerja atau umum dimaksud Manajemen K3 . Maksud dari OHSAS 18001 ini sendiri tidak jauh tidak sama dengan maksud System Manajemen K3 Permenaker, yakni Perlindungan pada beberapa pekerja dari beberapa hal yg tidak dikehendaki yg muncul dari lingkungan kerja maupun kegiatan pekerjaan tersebut yang beresiko pada kesehatan dan keselamatan beberapa pekerja dan agar tidak menyebabkan kerugian besar yg disebabkan dari kecelakaan kerja yang dapat jadi jadikan citra jelek perusahaan dan dapat turunkan image perusahaan.
ISO 45001 adalah sebuah standar internasional baru untuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3 / OH&S), yang akan segera menggantikan standar OHSAS 18001. Perbedaan pertama berkaitan dengan struktur. ISO 45001 didasarkan pada ISO Guide 83 (“Annex SL”) yang menetapkan struktur tingkat tinggi yang umum, teks dan istilah serta definisi umum  untuk sistem manajemen (misalnya ISO 9001 , ISO 14001, dll.). Struktur ini bertujuan untuk memfasilitasi proses implementasi dan integrasi beberapa sistem manajemen secara harmonis, terstruktur dan efisien. ada ISO 45001, organisasi seharusnya tidak hanya mempertimbangkan apa isu K3 yang secara langsung berdampak pada mereka, akan tetapi juga melibatkan masyarakat lebih luas dan bagaimana kerja mereka bisa  juga berdampak pada komunitas di sekitarnya.
Sebelum ISO 45001 diterbitkan, perusahaan menggunakan OHSAS 18001 sebagai tolok ukur K3. OHSAS 18001 diluncurkan pada tahun 2007 dengan standar berbeda. Jadi, meskipun ISO 45001 mengadopsi OHSAS 18001, keduanya memiliki perbedaan mendasar. Pertama, ISO 45001 memiliki 10 klausul dalam strukturnya, sedangkan OHSAS 18001 hanya terdiri dari 4 klausul. Kemudian, dari konteks organisasi ISO 45001 lebih fokus dan detail. Terakhir, ISO 45001 membahas secara mendalam tentang identifikasi bahaya dan partisipasi pekerja
Bagian dalam pengaturan System Manajemen K3 menurut OHSAS 18001 dan ISO 45001 dibagi jadi 7 bagian yakni :
1.    Mengindentifikasi kemungkinan dan bahaya
Di dalam pabrik sepatu ini di temukan beberapa kemungkinan dan bahaya :
Faktor Teknis
-      Lingkungan fisik
Ruang kerja yang sempit di dapat mempengaruhi tingkat stress pekerja karena ini di anggap dapat mengancam keamanan dan kenyamanan mereka dalam bekerja. Terdapatnya 4 mesin jahit yang berjalan dan menimbulakan suara kebisingan pada pabrik sepatu ini dapat menurunkan konsentrasi pekerja serta bisa terjadinya kesalahan dalam pembuatan sepatu
-      Lingkungan biologi
Dimana bahan baku serat yang di gunakan terdapat banyak bakteri dari jamur sehingga apabila di gunakan dapat menyebabkan infeksi dari bakteri dan jamur tersebut.
-      Lingkungan kimia
Lem yang di gunakan dalam produksi mengandung bahan kimia berbahaya yang tidak bisa di hindari, sehingga di khawatirkan pekerja dapat terkena dampak kesehatan akibat menghirup bau dari lem tersebut.
-      Lingkungan fisiologi
Para pekerja di tuntut untuk duduk lebih lama dalam menjalankan pekerjaannya hal ini dapat menyebabkan sakit punggung dan mengakibatkan gangguan pencernaan serta paru paru. Pekerja juga tidak menggunakan alat pelindung diri dalam menjalankan tugasnya.

2.    Mengidentifikasi ketentuan UU dan ketentuan hukum yang berlaku
Pabrik sepatu merupakan salah satu bidang usaha yang bergerak pada bidang industri tekstil. Dimana perusahaan tersebut harus mematuhi ketentuan UU dan ketentuan hukum seperti :
-      Pasal 21 UU perindustrian dimana :
a.       Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri yang dilakukannya.
b.      Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.
c.       Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
-          Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian
Menurut Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian, perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang dilakukan. Dampak negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat di sekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah, air, dan udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri. Dalam hal ini, Pemerintah perlu mengadakan pengaturan dan pembinaan untuk menanggulanginya.
3.    Memastikan tujuan dan pelaksana program
-      Melakukan program pelatihan HSE (Health, Safety and Environment)
-      Melakukan promosi HSE
-      Melaksanakan job Safety Analisys
-      Mengembangkan komite HSE sebagai wadah peran serta pekerja
4.    Memperlancar  program rencana untuk meraih tujuan dan objek yang sudah ditentukan
-      Mengembangkan, mengkomunikasi dan mengimplementasikan semua praktik kerja yang aman
-      Mengembangkan program promosi HSE dan menerapkannya dalam operasi
-      Melakukan kegiatan kampanye HSE untuk meningkatkan kesadaran semua pihak
-      Penyediaan alat keselamatan yang sesuai
-      Pemantauan penggunaan alat keselamatan
5.    Mengadakan rencana pada peristiwa darurat
Dalam perencanaan pada peristiwa darurat seperti potensi bahaya kebakaran, harus memberlakukan sistem manajemen kebakaran yang baik meliputi elemen :
-      Komitmen
-      Organisasi dan administrative
-      Identifikasi bahaya kebakaran
-      Tinjau rancang bangunan
-      Pembinaan dan pelatihan
-      Proteksi kebakaran
-      Inspeksi kebakaran
-      Tanggap darurat
-      Penyelidikan kebakaran
-      Audit kebakaran
6.    Peninjauan lagi pada tujuan dan beberapa pelaksana system
Peninjauan dapat di lakukan dengan melakukan Audit keselamatan, audit lingkungan, audit kebakaran dan audit kesehatan kerja.
7.    Penetapan kebijakan sebagai usaha untuk meraih perkembangan yang berkaitan.
Menetapkan kebijakan bagi seluruh pegawai untuk memakai alat keselamatan kerja dalam melakukan kegiatan kerja, serta perusahaan harus memfasilitasi alat keselamatan kerja tersebut pada setiap departemen – departemen yang melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 08/Men/VII/2010 tentang pelindung diri.


























2.2  Ketentuan UU No.1 Tahun 1970
Bagi perusahaan yang menerapkan system manajemen K3 baik dengan mendopsi OHSAS salah satu peraturan yang wajib untuk di patuhi adalah UU No. 1 Tahun 1970 karena cakupan UU ini adalah semua tempat kerja. Pasal – pasal yang harus id patuhi :
-          Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :
1.      Tempat kerja: ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;
2.      Pengurus: ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;
3.      Pengusaha ialah :
a.       orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.
b.      orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
c.       orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.
4.      Direktur ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;
5.      Pegawai Pengawas: ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja;
6.      Ahli Keselamatan Kerja: ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.
-          Pasal 2.
1.      Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
2.       Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :
a.       dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan; b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
b.      dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan;
c.       dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;
d.      dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan; dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;
e.       dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang;
f.       dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;
g.      dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan;
h.      dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;
i.        dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;
j.        dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
k.      terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
l.        dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
m.    dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;
n.      dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;
o.      dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
p.      diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
q.      Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
-          Pasal 3
Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
1.      mencegah dan mengurangi kecelakaan;
2.      mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
3.      mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;
4.      memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu                          kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
5.       memberi pertolongan pada kecelakaan;
6.      memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
7.      mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,    kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;
8.      mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;
9.      memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
10.  menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
11.  menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
12.  memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
13.  memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya;
14.  mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang;
15.  mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
16.  mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang;
17.  mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
18.  menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
-          Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
-          Pasal 4
1.      Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknik dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
2.      Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknik ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur,jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tandatanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum.
3.      Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) dan (2) : dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syaratsyarat keselamatan tersebut.
-          Pasal 5
1.      Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.
2.      Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.
-          Pasal 6
1.       Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.
2.      Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
3.      Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.



-          Pasal 7.
1.      Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.
-          Pasal 8
-          Pasal 8 ayat 1 yang bunyinya : “Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.”

Dimana dalam perusahaan sepatu ini apabila di lakukannya penerimaan pegawai baru harus melalui proses MCU(Medical Check Up), agar perusahaan dapat mengetahui kesehatan calon pegawainya sehingga dapat memutuskan penempatan kerja dengan bijak
-          Pasal 8 ayat 2 yang bunyinya : “Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.”.

Dimana dalam perusahaan sepatu ini terdapat beberapa bahaya yang mempengaruhi kesehatan para pekerja, oleh sebab itu perusahaan harus mengadakan pemeriksaan kesehatan kepada seluruh pegawai per berapa bulans sekali, untuk mengetahui apakah ada pegawai yang fisiknya sudah tidak cocok dalam bagian tertentu sehingga bisa di pindah tempatkan ke bagian lain.
-          Pasal 9 ayat 1 : “Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
1.      Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;
2.      Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya;
3.      Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
4.      Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya
-          Pasal 9 ayat 2 : “Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas”.
-          Pasal 9 ayat 3 : “Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan”.
-          Pegawai di berikan waktu sesuai dengan ketentuan perusahaan untuk mengikuti proses training atau pelatihan, dimana perusahaan menjelaskan dan memberikan pengetahuan dasar kepada para pegawai sebelum benar – benar menjalankan kegiatan produksi.
-          Pasal 11 ayat 1 : “Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja”.
Ayat 2 : “Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan”.
Agar setiap kecelakaan yang terjadi dapat di ketahui dengan jelas, dan di lakukan investigasi lebih dalam mengenai penyebab kecelakaan tersebut dan bagaimana agar kecelakaan tersebut tidak terjadi lagi.
-          Pasal 10
1.       Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.
2.      Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja
-          Pasal 11
1.      Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
2.      Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
-          Pasal 12
1.      Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :
a.       Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja;
b.      Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c.       Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
d.      Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;
e.       Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung-jawabkan.
-          Pasal 13
1.      Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.



-          Pasal 14 : Pengurus diwajibkan :
Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;

Dimana perusahaan menempatkan SOP(Standar Operasional Prosedur) dan WI (Work Instruction) di tempat kerja karyawan agar karyawan dapat membacanya dan memahaminya sebelum memulai pekerjaan.
-          Pasal 14 point b : Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja.
Sebagai pengingat untuk karyawan terhadap keselamatan kerja.
-          Pasal 14 point c : Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.









2.3 Analisa Sistem K3
1.    Analisa Gross Hazard (Awal Tanda Bahaya )
Analisa ini merupakan salah satu tehnik dimana memusatkan  tugas-tugas dalam pekerjaan sebagai langkah untuk mengidentifikasi bahaya sebelum kecelakaan terjadi. Ini berfokus pada  hubungan antara pekerja, tugas, peralatan dan lingkungan tempat kerja.
Di dalam pabrik sepatu ini sudah di identifikasi mengenai bahaya sebelum kecelakaan terjadi seperti, para pekerja di pabrik sepatu ini sama sekali tidak menggunakan alat pelindung diri karena menurut mereka hanya memperlambat dan mengganggu pekerjaannya. Pekerja melakukan peraltan seperti palu, paku, tang, pisau dan gunting apabila tidak menggunakan alat pelindung diri maka bahaya yang akan terjadi adalah pada diri pegawai itu sendiri, seperti pegawai yang tidak menggunakan alas kaki dapat menginjak alat – alat berbahaya tadi yang akan menyebabkan pekerjaan karyawan tersebut semakin terganggu akibat adanya kecelakaan kerja.
2.    Analisa Fault Tree (Akar Kesalahan)
Akar kesalahan dari bahaya tersebut adalah dari perusahaan itu sendiri dan pegawainya, dimana perusahaan tidak tegas dalam menerapkan peraturan – peraturan yang harus di jalani oleh pekerja mengenai keselamatan kerja dan perusahaan tidak memperdulikan mengenai alat pelindung kerja bagi pergawainya. Pegawai sendiri tidak memperdulikan masalah alat pelindung kerja itu, mereka menganggap bahwa hal itu mengganggu pekerjaan mereka.



























DAFTAR PUSTAKA

http://safetybootind.blogspot.com/2017/02/bagaimana-cara-menerapkan-ohsas-18001.html
http://industri.bisnis.com/read/20180704/257/812942/sucofindo-perkenalkan-iso-keselamatan-kerja-terbaru
https://belajark3l.wordpress.com/2015/03/26/uu-no-01-tahun-1970-dan-contoh-penerapannya/
http://nurulwandasari.weblog.esaunggul.ac.id/2013/11/19/analisa-bahaya-pekerjaanaktivitas-job-hazard-a