Kamis, 03 Januari 2019

TRAGEDI PT. MARUNDA GRAHAMINERAL


BAB I

1.1Gambaran Umum Perusahaan
1.      Letak Geografis Perusahaan
PT.  Marunda  Grahamineral  adalah  perusahaan  pemegang  kontrak Perjanjian Kerjasama Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi II dengan Nomor: 006/PK/PTBA-MGM/1994. Secara administrasi wilayah PKP2B PT. Marunda Grahamineral terletak pada Kecamatan Laung Tuhup, Kabupaten Murung Raya, Propinsi Kalimantan Tengah (RKTTL PT. MGM, 2008).
 

















Gambar 1: Letak Lokasi Wilayah PKP2B PT. Marunda Grahamineral
(Sumber: RKTTL PT. MGM, 2008)









Daerah konsesi PT. Marunda Grahamineral berdasarkan surat Keputusan  Menteri  Energi  dan  Sumber  Daya  Mineral  No.  231.K/40.00/DJG/2004  yang bertanggal 29 September 2004 bahwa wilayah PKP2B PT. Marunda Grahamineral seluas 23.541,3 Ha, yang terdiri dari (RKTTL PT. MGM, 2008):
A.    Wilayah KW 00 PB 0179 seluas 12.880 Ha status tahap produksi terdiri dari blok  potensial  yaitu;  Notrh  kawi,  Central  Kawi,  SE  Mantubuh,  Central Mantubuh, Tahujan, Bondang, East Kawi, Bambang, Menyango, Pendasirun.  
B.     Wilayah KW 98 PB 0025 seluas 10.661,3 Ha status konstruksi terdiri dari blok potensial yaitu: Maruwei dan Belawan.

 














Gambar 2: Peta daerah konsesi PT. Marunda Grahamineral
(Sumber: RKTTL PT. MGM, 2008)













2.    Sejarah Singkat Perusahaan
           PT. Marunda Grahamineral (PT MGM) memulai usaha pertambangannya dengan  terlebih  dahulu  melakukan  eksporasi  yang  dimulai  pada  tahun  1997 sampai  tahun  2000.  Untuk  menindaklanjutinya  PT.  MGM  mengadakan   Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan yang dilaksanakan pada tahun 2000 sampai tahun 2001 untuk mempelajari dampak dari penambangan baik positif maupun  negatif  dan  memprediksi  kemungkinan  yang  akan  terjadi  jika penambangan dilakukan dalam lokasi tersebut.
           Dari hasil studi kelayakan inilah pihak MGM bisa melakukan desain konstruksi tambang. Tindakan  selanjutnya  setelah  studi  kelayakan  dilakukan  adalah  usaha development yaitu  mempersiapkan  segala  sesuatu  yang  diperlukan  sebelum penambangan  dilakukan,  mulai  dari  membuat  desain  tambang  sampai menyediakan sarana dan prasarana yang dilaksanakan dari tahun 2002 sampai tahun  2003.  Setelah  semuanya  terencana  dan  tersedia  maka,  kegiatan  yang dilakukan adalah produksi yang dilakukan mulai tahun 2004 sampai sekarang.
3.      Organisasi dan Manajemen
          Struktur organisasi MGM dari yang paling tinggi dipimpin oleh Direktur Utama yang membawahi Direksi. Dari direksi struktur yang di bawahnya adalah Mine Operator Manageratau Kepala Taknik Tambang (KTT) yang membawahi beberapa department  head. Dibawah department  head diisi  oleh  kedudukan  superintendent yang  memimpin supervisor.   

4.      Visi dan Misi Perusahaan
A.    Visi Perusahaan
Visi dari PT. Marunda Grahamineral yang berusaha diterapkan adalah “Good Mining Practice”.
B.     Misi Perusahaan
Visi  tersebut  diatas  dicapai  oleh  PT.  MGM  dengan  melaksanakan beberapa misi sebagai berikut:
1.      Mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja
2.      Melakukan penambangan ramah lingkungan
3.      Senantiasa meningkatkan produktivitas
4.      Membudayakan disiplin dan gaya hidup sehat
5.      Menciptakan keharmonisan antar karyawan
6.      Menciptakan hubungan baik dengan masyarakat sekitar



1.2Proses Produksi
Proses produksi penambangan  batubara ini dimulai dengan land clearing  yaitu membersihkan lahan penambangan dengan cara memotong pepohonan dan  menyingkirkan segala sesuatu yang dapat menghambat aktivitas penambangan. Setelah land clearing usaha selanjutnya adalah removing top soil yaitu mengambil dan memindahkan tanah pucuk yang dikumpulkan pada tempat penampungan top soil sementara yang diberi nama stockpile. Pengambilan top soil ini harus benar- benar menjadi perhatian agar tidak tercampur dengan lapisan batuan atau tanah yang lain sehingga bisa dimanfaatkan lagi pada saat reklamasi dan revegetasi.
Kegiatan selanjutnya adalah melakukan removing lapisan overburden(OB) dengan pemboran  dan  peledakan.  Lapisan  tanah           OB tersebut  kemudian  dimuat  dan dibawa ke sampai  pada  lapisan  batubara. Setelah  lapisan  batubara  ditemukan  maka  dilakukanlah digging and loading yaitu penggalian batubara dan dimuat kedalam truk Volvo untuk diangkut ke lokasi coal crushing plant (CCP) dan melalui proses produksi selanjutnya. Berikut adalah bagan alir proses penambangan batubara:




                                and Clearing                                                  tockpile

 




                                op soil Loading                                            verburden disposal




 


                

                op soil Area Overburden Loading
(Drilling&Blasting)
 




                               
                     Coal surface cleaning                          coal crushing plant&jamut


 




      Coal Digging &Loading                 Coal Hauling (55Km)
Gambar 3: Bagan alir proses penambangan batubara (sumber: PT. Marunda Grahamineral, 2009)





Tahapan  selanjutnya  yang  dilalui  batubara  dilakukan  di  area  CCP. Batubara yang diangkut menggunakan Volvo tadi melewati    weighbridge    untuk ditimbang dengan kapasitas maksimal lima puluh ton. Selanjutnya batubara ini  ada yang dibawa ke tempat penampungan sementara dan ada yang dibawa ke  crusher untuk dipecah sehingga mendapatkan            size yang diinginkan. Batubara lalu dibawa ke konveyor kemudian dimasukkan ke barge untuk selanjutnya dikirim melalui jalan sungai dan diekspor ke Jepang, Italia dan Jerman. Berikut ini adalah bagan alir proses coal crushing: Setelah penambangan selesai dilakukan tahapan yang selanjutnya yang harus dilakukan adalah   reklamasi  yang  bertujuan untuk  memulihkan kondisi kawasan hutan yang rusak sebagai akibat usaha pertambangan sehingga kawasan hutan yang dimaksud dapat berfungsi kembali sesuai dengan AMDAL. Ruang lingkup dari tahapan ini meliputi; inventarisasi lokasi reklamasi, penetapan lokasi reklamasi, perencanaan reklamasi dan pelaksanaan reklamasi.
Langkah pertama yang dilakukan pada pelaksanaan reklamasi adalah penyiapan lahan yang akan direklamasi.  Setelah  lahan  disiapkan  kemudian  lahan  tersebut  diatur  (           land scaping    ). Langkah selanjutnya adalah dengan pengendalian erosi dan sedimentasi. Kemudian dilakukan pengembalian tanah yang diangkat saat proses penambangan dengan  meletakkan  lapisan  tanah over  borden        dan  lapisan  tanah  yang mengandung karbonan  berada ditengah yang kemudian ditutup dengan lapisan top  soil setinggi  lima puluh centimeter. Setelah  lahan  yang  akan direklamasi sudah  terlapisi  dengan top  soil secara  merata  maka  tahapan  revegetasi  siap dilakukan.


1.3Faktor Bahaya dan Potensi Bahaya
1.      Faktor Bahaya
Jenis  faktor  bahaya  yang  ada  pada  penambangan  batubara  di  PT. Marunda Grahamineral ini adalah:
Faktor bahaya di tempat kerja
A.    Faktor Fisik
B.     Faktor Kimia
C.     Faktor Biologi  Tidak teratur
D.    Faktor Fisiologis  Tertentu
E.     Faktor Mental Psikologis  Terus menerus
2.      Potensi Bahaya
Jenis  potensi  bahaya  yang  ada  pada  penambangan  batubara  di  PT. Marunda Grahamineral ini adalah:
A.    Peledakan  Sering
B.     Tertimpa Material
C.     Kecelakaan lalulintas tambang
D.    Kecelakaan pengoperasian alat
E.     Longsor sedang



















1.4Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan/atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem Manajemen K3.
Langkah awal untuk mengimplementasikan SMK3 adalah dengan menunjukkan komitmen serta kebijakan K3, yaitu suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pengusaha dan atau pengurus yang memuat keseluruhan visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad melaksanakan K3, kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional. Kebijakan K3 dibuat melalui proses konsultasi antara pengurus dan wakil tenaga kerja yang kemudian harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada semua tenaga kerja, pemasok dan pelanggan. Kebijakan K3 bersifat dinamik dan selalu ditinjau ulang dalam rangka peningkatan kinerja K3.
Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja yang selanjutnya disebut  SMK3  yang  digunakan  PT.  Marunda  Grahamineral  mengacu  kepada Keputusan  Menteri  Pertambangan  dan  Energi  Nomor:  555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Pada Keputusan Menteri tersebut dalam pasal 23  disebutkan bahwa; “Pada setiap kegiatan usaha pertambangan  berdasarkan  pertimbangan  jumlah  pekerja  serta  sifatnya  atau luasnya  pekerjaan,  Kepala  Pelaksana  Inspeksi  Tambang  dapat  mewajibkan pengusaha untuk membentuk unit organisasai yang menangani Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berada di bawah pengawasan Kepala Teknik Tambang.”
Oleh  karena  itu,  PT.  Marunda  Grahamineral  membentuk Safety Department      yang berdiri terpisah dengan      Environment Department yang memiliki komitmen  untuk  menciptakan  lingkungan  kerja  yang  sehat  dan  aman  serta mencapai dan mempertahankan target “zero accident”. Untuk itu, safety department menyusun  job description sebagai upaya untuk merealisasikan komitmen tersebut. Selain itu, program kerja juga disusun per  satu bulan  sebagai  implementasi dari  job  description yang telah disusun.





Sedangkan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan dari  job description maka disusun pula quality objective sehingga nantinya          performance safety department bisa dilihat dari pencapaian quality objective tersebut.
1.      Kegiatan Pokok Departemen Safety
Safety department sebagai departemen yang bertanggung jawab untuk memfasilitasi dilaksanakannya kesehatan dan keselamatan di  lingkungan kerja memiliki kegiatan pokok sebagai berikut:
a.       Memfasilitasi  semua  karyawan  untuk  berdiskusi  masalah  keadaan  tempat kerja,  faktor  dan  potensi  yang  ada  serta  kelengkapan  alat  pelindung  diri (APD)  yang  dibutuhkan  baik  internal  departemen  maupun  eksternal departemen. Tahapan  yang  terakhir  setelah  dilakukan  penambangan  adalah pengembalian kondisi lahan seperti semula sesuai dengan amdal yaitu revegetasi. Sedangkan revegetasi sendiri memiliki langkah-langkah antara lain; persemaian bibit  tanaman  yang  kemudian  dilakukan  perawatan  bibit  sampai  siap  untuk dipindahkan.  Setelah  tanaman  dipindahan  kemudian  dilakukan  penanaman,  selanjutnya dilakukan pemupukan dan perawatan secara terus menerus sampai dianggap  sudah  bisa  dikembalikan  kepada  Menteri  Kehutanan  sesuai  dengan
amdal.  Tanaman  yang  biasa  dipakai  untuk  revegetasi  adalah  Akasia  (Acacia Mengium)  dan  Sengon  (Paraserianthes  Falcataria)  sebagai  tanaman pioneer.
Sedangkan untuk tanaman lanjutannya adalah tanaman jenis Dipterokarpasih.
2.      Komitmen Departemen Safety
Komitmen dari safety department adalah menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman serta mencapai dan mempertahankan target  zero accident”.
3.      Kebijkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
PT.  MGM  mendukung  sepenuhnya  segala  usaha-usaha  yang  menjadi komitmen manajemen dalam penerapan K3 di lingkungan kerja, hal ini tercemin dari kebijakan manajemen untuk mengutamakan keselamatan kerja (safety first) dan melakukan semua tindakan yang bisa dilakukan untuk memastikan bahwa standar-standar  tertinggi  kesehatan  dan  keselamatan  kerja  dijaga  bagi  semua karyawan dan kontraktor merupakan cita-cita tertingginya (Manual K3 PT. MGM, 2006). Berikut ini kebijakan K3 PT. MGM: (kebijakan K3: terlampir)






4.      Quality Objective (QO)
Quality  objective dalam safety  department    pada  tahun  2008  adalah  sebagai berikut:
a.        Target utama dengan fatality 0
b.       Lost time injury frekwensi rate < 2,08
c.        Lost time injury severity rate <12,48
d.      Hours safe working no lost time injury > 1.000.000
e.        Lost cost caused accident < 24.752
5.      Program Kerja Departemen Safety
Untuk  mewujudkan  kegiatan  pokoknya      safety  department memiliki beberapa  program  kerja  yang  pelaksanaannya  diagendakan  per  satu  tahun.

























1.5Sistem Keselamatan Kerja
1.      Sistem Pengelolaan Keselamatan Kerja
Sistem  pengelolaan  keselamatan  kerja  dimulai  dengan  melaksanakan identifikasi bahaya untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya yang ada yang hasilnya  nanti  sebagai  bahan untuk dianalisa, pelaksanaan  identifikasi  bahaya  dimulai  dengan  membuat standart  operational  procedure (SOP).
 Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi. Setelah dianalisa,  tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi resiko untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk dilakukan kontrol atau pengendalian  resiko.  Kegiatan  pengendalian  resiko  ini  ditandai  dengan menyediakan  alat  deteksi,  penyediaan  APD,  pemasangan  rambu-rambu  dan penunjukan  personel  yang  bertanggung  jawab  sebagai  pengawas.  Setelah dilakukan  pengendalian  resiko  untuk  tindakan  pengawasan  adalah  dengan  melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko. Berikut adalah skema sistem pengelolaan keselamatan kerja
2.      Fasilitas
a.       Alat Pelindung Diri (APD)
PT.  MGM  menyediakan  APD  tanpa  dipungut  biaya  kepada  semua karyawan  dan  visitor  yang  mendapat  izin  masuk  perusahaan  sesuai  dengan registrasi. Adapun APD yang tersedia adalah:
1.      Alat pelindung kepala ( safety helmet )  
2.      Alat pelindung telinga (ear plug dan ear muff)
3.      Alat pelindung mata (googles)
4.      Alat pelindung kaki (safety shoes)
5.      Baju kerja atau rompi yang dilengkapi dengan scotchlite
6.      Alat pelindung pernapasan (masker)
7.      Alat pelindung tangan (gloves)
8.      Pelindung badan (baju pelampung dan jas hujan)

b.      Distribusi dan Pengawasan APD
Prosedur pendistribusian APD dibedakan menjadi dua yaitu :
1.       Karyawan Baru
-          Sebelum  diberikan  APD  karyawan  baru  terlebih  dahulu  diberikan safety induction untuk  memperkenalkan  jenis  bahaya  yang  ada  dan  memberikan pemahaman tentang jenis APD apa saja yang diperlukan.
-          Setelah  itu,  pengawas  yang  bersangkutan  mengurusi  semua  berkas  dan  kelengkapan untuk diajukan kebagian logistik untuk pengambilan APD.
-          Kemudian,  APD  diberikan  kepada  karyawan  dan  sepenuhnya  menjadi tanggung jawab pemakai mengenai kehilangan dan kerusakan selama batas waktu yang ditentukan untuk pergantian APD yang baru. 
2.      Karyawan lama
-          Apabila APD telah rusak maka prosedur distribusi APD juga sama dengan  karyawan  baru  tetapi perwakilan karyawan tersebut harus  membawa  APD yang telah rusak untuk diidentifikasi pihak safety departement sebagai bukti.
-          Kehilangan  APD  harus  dipertanggungjawabkan  oleh  karyawan  yangbersangkutan  dan  diberikan  sanksi  sesuai  dengan  yang  diberlakukan manajemen.
Pengawasan  kedisiplinan  karyawan  memakai  APD  dilakukan  oleh pengawas masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengamatan dan pendekatan secara emosional supaya pemakaian APD oleh karyawan tidak dirasa hanya sebagai kewajiban tetapi menganggapnya sebagai kebutuhan untuk mendapatkan rasa aman dan selamat dalam bekerja.
c.       Media Komunikasi K3
1.      Rambu
Rambu-rambu  yang  terpasang  adalah  jenis  rambu  larangan,  perintah, infomasi dan peringatan. Rambu ini dipasang di sepanjang jalan hauling dan di area tambang serta di instalasi berbahaya.
2.      Poster
Poster  K3  banyak  terpasang  di  ruang  kerja  dengan  tujuan  sebagai peringatan dan sebagai motivasi bagi karyawan untuk mempertimbangkan dan mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja ketika bekerja.
3.      Papan Informasi K3
Papan informasi dipasang dengan tujuan untuk memberikan informasi baik kepada karyawan maupun kepada visitor. Papan informasi di PT. MGM dipasang di halaman depan dengan harapan mudah dilihat karena diletakkan di jalur masuk ke kantor.
4.      Billboard
Billboard di PT. MGM diletakkan di tempat yang sering dilalui karyawan  sehingga mudah untuk dibaca. Billboard ini berisi pengumuman sebagai media komunikasi yang berisi infomasi.

3.      Sertifikasi Keahlian K3
Sertifikasi keahlian K3 diberikan kepada karyawan yang bertanggung jawab melaksanakan pengawasan dan pengelolaan sesuai dengan unit kerjanya masing-masing. Adapun sertifikasi yang diberikan itu adalah:
a.       Pengawas Operasional Pertama (POP)
b.      Pengawas Operasional Madya (POM)
c.       Ahli Kesehatan dan Keselamtan Kerja (K3) Umum
d.      Ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Kebakaran
e.       Ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Teknisi Listrik Auditor Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
f.       Sertifikasi Kompetensi Juru Ledak 
g.       Auditor Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
h.      Sertifikasi Kompetensi Juru Ukur Tambang
4.      Sertifikasi Instalasi Berbahaya
Sertifikasi instalasi berbahaya ditujukan pada instalasi yang berpotensi besar  menimbulkan  kecelakaan  kerja  dan  keadaan  darurat  sesuai  dengan Keputusan  Menteri  Pertambangan  dan  Energi  No.  555.K/M.PE/1995  tentang Kesehatan dan Keselamatan Pertambangan Umum. Instalasi berbahaya tersebut yang disertifikasi antara lain:
a.       Tangki BBM yang digunakan untuk menampung solar
b.      Gudang handak yang digunakan untuk menimpan bahan peledak
c.       Bejana tekan compressor
d.      Pesawat angkat-angkut Monitou
e.       Pesawat angkat-angkut forklift
f.        Pesawat angkat-angkut crane Hino
g.      Instalasi penyalur petir
h.      Motor diesel perkins 200867133
6.      Pembinaan Keselamatan Kerja
                Sasaran dalam kegiatan pembinaan keselamatan kerja di bagi menjadi tiga, yaitu:
a.       Karyawan Baru
              Usaha pembinaan keselamatan kerja untuk karyawan baru adalah dengan memberikan safety induksi pada awal sebelum masuk ke lokasi tambang untuk memperkenalkan kondisi tambang dan memberitahukan faktor bahaya dan potensi bahaya yang ada.
b.      Karyawan Lama
              Usaha pembinaan keselamatan kerja untuk karyawan lama adalah dengan meningkatkan pengetahuan mereka tentang K3 dan memperdalam pemahaman serta kesadaran mereka mengenai K3 dengan mengadakan training.
c.       Karyawan Masa Persiapan Pensiun (MPP)
Realisasi usaha pembinaan untuk karyawan MPP belum dilakukan secara konkret.  Usaha  ini  baru  dilaksanakan  sebatas  pada  tahap  pewacanaan  untuk mempersiapkan mental karyawan MPP. Hal ini dilakukan karena karyawan PT. MGM di Laung Tuhup Site ini masih terbilang relatif muda untuk pensiun.

7.      Penanggulangan Kebakaran
Kebakaran tidak menjadi potensi kebakaran yang sering terjadi pada area pertambangan  tetapi  bisa  menjadi  potensi  bahaya  yang  sangat  potensial  pada tempat-tempat tertentu seperti di area gudang handak dan tangki penyimpanan BBM. Oleh karena itu, upaya penanggulangan kebakaran tetap menjadi materi yang harus dikuasai oleh karyawan. Untuk melaksanakan hal ini, PT MGM tidak membentuk  unit  pemadam  kebakaran  namun  dengan  menyusun  SOP  untuk penanggulangan keadaan berbahaya kebakaran yang diharapkan nantinya semua karyawan bisa tanggap akan keadaan berbahaya dan bisa melakukan pengelolaan terhadap bahaya kebakaran. Dalam pelaksanaannya, penanggulangan kebakaran ini memiliki dua macam program kegiatan yaitu:
a.       Program Preventif
Safety department telah menempatkan     fire protection  di tiap–tiap unit kantor, kantin dan camp serta unit-unit lainnya yang memiliki potensi bahaya kebakaran seperti gudang handak, lokasi mixing bahan peledak dan area tangki penyimpanan  BBM  sebagai  usaha  preventif  terhadap  bahaya  kebakaran  serta memberikan pembinaan terhadap karyawan tentang tindakan pertama yang harus dilakukan jika terjadi kebakaran.
1.      Fire Protection
Pelaksanaan program preventif dalam menanggulangi kebakaran, pihak manajemen  berusaha  untuk  melibatkan  semua  karyawan. Kegiatan ini direalisasikan dengan mengadakan pelatihan fire extinguished serta pembinaan pada karyawan mengenai pelaksanaan penanganan keadaan darurat yang sesuai dengan SOP
Adapun  fire  protection yang  ada  di  PT.  Marunda  Grahamineral    ini adalah:
a.       Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang ada disetiap unit area bangunan dengan  jenis  yang  disesuaikan  dengan  klasifikasi  api  yang  potensial menyebabkan kebakaran.
b.      Hidran pada beberapa area seperti di sekitar gudang handak dan sekitar tangki penyimpanan BBM.
c.       Perlengkapan evakuasi korban.

2.      Pemeliharaan dan Pemeriksaan Sarana Pemadam Kebakaran
              Pemeliharaan  dan  pemeriksaan  sarana  pemadam  kebakaran  bertujuan untuk mempersiapkan alat pemadam agar setiap saat alat tersebut bisa digunakan jika dibutuhkan. Pemeliharaan ini dilakukan staf dari safety department. Sarana pemadam kebakaran yang dipasang di setiap unit bangunan antara lain:
a.       Hidran hanya diletakkan pada area gudang handak yang dihubungkan dengan pipa air bertekanan.  
b.      Alat pemadam api ringan (APAR) diletakkan pada         camp, kantin, kantor, tangki penyimpan BBM dan area mixing bahan peledak dengan jenis bahan pemadam sesuai dengan karakteristik api.
3.      Program Pengendalian Kebakaran
Pada  program  pengendalian  kebakaran,  pihak  manajemen  tidak menyediakan  tim  khusus  untuk  memadamkan  kebakaran.  Namun,  pihak manajemen  menempuh  jalan  dengan  memberikan training kepada  seluruh karyawan untuk tanggap terhadap keadaan darurat yang salah satunya disebabkan oleh kebakaran.
4.      Pengawasan Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
5.      Pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja meliputi beberapa kegiatan dengan safety department   sebagai koordinatornya. Kegiatan pengawasan tersebut antara lain:
a.       SOP penanganan keadaan darurat.
b.      Satuan inspeksi gabungan K3 yang dilakukan oleh tim inspeksi.
c.        Inspeksi khusus keselamatan kerja yang dilakukan oleh intern departemen safety.
d.      Inspeksi  rutin  K3  yang  dilaksanakan  oleh  tiap  departemen  dan dikoordinasikan oleh pengawas masing-masing.
6.      Sistem Izin Kerja Berbahaya
7.       Izin Kerja Panas (Heat Work Permit)
Ijin kerja panas adalah izin kerja yang diterapkan untuk setiap pekerjaan yang  menggunakan  atau  menghasilkan  nyala  dalam  kegiatannya  serta dilaksanakan bukan di tempat yang biasa dilakukan pekerjaan atau di daerah yang mengandung  bahan–bahan  mudah  terbakar.  Izin  kerja  ini  biasa  diberlakukan untuk pekerjaan pengelasan di dekat tangki BBM.



1.6 Implementasi Sistem Manajemen K3 
                Sistem  Manajemen  Kesehatan  dan  Keselamatan  Kerja  (SMK3)  PT. Marunda Grahamineral  ini  adalah  integerasi  dari  Keputusan  Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Tujuan  dari  penerapan  SMK3  ini  adalah  untuk  mencapai  target produktivitas  yang  diinginkan  perusahaan  dengan  tidak  mengabaikan  kaidah- kaidah  kemanusiaan  dan  lingkungan.  SMK3  ini  juga  sebagai  acuan  bagi manajemen dalam membuat kebijakan dan melaksanakan setiap aktivitas proses produksi maupun proses penunjangnya.
Sasaran  dari  implementasi  SMK3  ini  adalah  untuk  mencapai  dan mempertahankan  target  zero  accident”, meminimalisir  dampak  lingkungan dengan tidak mengenyampingkan upaya untuk meningkatkan produktivitas dan mengoptimalkan kinerja kerja sehingga mencapai profit yang setinggi mungkin dengan biaya produksi yang seminimal mungkin.

























1.7 Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
1.      House Keeping
Penataan stasiun kerja atau house keeping pada beberapa stasiun kerja di PT.MGM juga menjadi perhatian khusus, misalnya di laboratorium, areal work shop dan gudang handak. Penataan ini lebih ditekankan untuk penyimpanan alat-alat dan bahan yang digunakan.Terutama house keeping pada gudang handak yang setiap item-nya diatur oleh Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.
2.      Monitoring Lingkungan
Monitoring  lingkungan  sebagai  upaya  pemantauan  terhadap  higene lingkungan  kerja  juga  telah  dilakukan  oleh  pihak  manajemen  PT.  MGM. Monitoring  ini  ada  yang  dilakukan  langsung  oleh safety  department dan environment department dan  ada  juga  yang dilakukan oleh pihak  independen  yaitu  Universitas  Palangkaraya  dan  Balai  Teknik  Kesehatan  Lingkungan. Beberapa faktor fisik yang telah dilakukan monitoring adalah debu, kebisingan untuk lingkungan sekitar, kebisingan untuk lingkungan kerja, suhu, kelembaban, kecepatan angin dan arah angin.  
3.      Pelayanan Kesehatan
Kinerja  program  kesehatan  kerja  dinilai  dari  tingkat  absen  karyawan karena sakit. PT. MGM memberikan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan di klinik yang berada dalam satu kompleks dengan camp karyawan. Tiap klinik dikelola  oleh  satu  tenaga  paramedis  dengan  obat-obatan  serta  perlengkapan pengobatan untuk penanganan kecelakaan ringan. Fasilitas  olahraga  untuk  menunjang  kesehatan  karyawan  juga  telah disediakan oleh pihak manajemen.
Perhatian terhadap monitoring lingkungan dan sanitasi juga merupakan wujud pelayanan kesehatan yang berupa usaha preventif. Usaha  prefentif  lain  yang  ditempuh  manajemen  adalah  dengan  memberikan vaksinasi dan medical check up untuk semua karyawan. Selain usaha preventif, usaha  pemantauan  kesehatan  serta  konsultasi  kesehatan  yang  ditangani  oleh tenaga paramedis di klinik juga ditempuh pihak manajemen untuk meningkatkan derajat kesehatan karyawannya.
4.      Fasilitas Kesehatan Kerja
Fasilitas  kesehatan  yang  disediakan  oleh    PT.  MGM  adalah  dengan disediakannya klinik dengan satu paramedis dan satu dokter berstatus kontrak yang  didatangkan  dari  RSUD  Muara  Teweh.  Fasilitas  yang  ada  di  klinik perusahaan berupa ruang pemeriksaan, obat-obatan dan perlengkapan pertolongan pertama  pada  kecelakaan.  Untuk    perawatan  lanjutan  pihak  manajemen  juga menyediakan  rumah  sakit  rujukan  yang  bekerjasama  dengan  RSUD  Muara Teweh.
5.      Pengujian Kesehatan
Pengujian kesehatan yang dilaksanakan oleh PT. MGM adalah pengujian kesehatan berkala dengan mengadakan          medical check up         yang dilaksanakan rutin secara bergilir yang bekerjasama dengan laboratorium klinik Prodia.





















1.8 Gizi Kerja
Gizi Kerja adalah gizi yang diperlukan oleh tenaga kerja untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerjanya atau ilmu gizi yang diterapkankepada masyarakat tenaga kerja dengan tujuan untuk meningkatkan taraf kesehatan tenaga kerja sehingga tercapai tingkat produktivitas dan efisiensi kerja yang setinggi-tingginya. Penyakit Gizi Kerja merupakan penyakit gizi sebagai akibat kerja ataupun ada hubungan dengan kerja. Pengelolaan makan bagi tenaga kerja adalah suatu rangkaian kegiatan penyediaanmakan bagi tenaga kerja di perusahaan yang dimulai dari rencana perencanaan menu hingga peyajiannya dengan memperhatikan kecukupan kalori dan zat gizi, pemilihan jenis dan bahan makanan, santasi tempat pengolahan dan tempat penyajian, waktu dan teknis penyajian bagi tenaga kerja. Produktivitas merupakan sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari esok harus lebih baik dari hari ini atau perbandingan antara output (keluaran atau jumlah yang dihasilkan) dengan input (masukan atau setiap sumber daya yang digunakan).
Pelayanan gizi kerja di PT. MGM diatur dan dilaksanakan sepenuhnya oleh catering dari CV. Cendana. Menu makanan pun sepenuhnya diatur oleh catering CV. Cendana dengan tenaga ahli dari tataboga. Dengan fasilitas makan  tiga kali satu hari; sarapan, makan siang dan makan malam serta satu kali ekstra food pada sore hari setelah jam kerja selesai. Penyusunan menu dirancang per satu minggu dengan persetujuan dari beberapa kepala bagian. Namun secara prinsip, perhitungan dan analisa kualitatif maupun kuantitatif kalori, karbohidrat, mineral, protein dan  vitamin  belum pernah dilakukan  baik dari ahli gizi  maupun dari penelitian dari pihak independen tentang gizi kerja.
















1.9 Sistem Pengelolaan Lingkungan
Kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan dilakukan mengikuti kemajuan  tambang.  Departemen  lingkungan  PT.  MGM  melakukan  dua  usaha dalam pengelolaan lingkungan yaitu; usaha pengelolaan lingkungan dan usaha pemantauan lingkungan.
1.      Teknik dan Metode Pengelolaan Lingkungan Teknik pengelolaan yang dilakukan pada penambangan terbuka antara lain dengan melakukan (RKTTL PT. MGM, 2008):
2.      Penimbunan kembali tanah penutup yang telah diangkat saat penambangan kedalam lubang bekas tambang dan menutupnya dengan tanah pucuk secara tersebar sesuai dengan pola dan kemajuan tambang.
3.      Untuk menghindari hilangnya material tanah akibat dari erosi air permukaan maka akan dilakukan penimbunan secara langsung ke dalam lubang bekas tambang, kemudian membuat pengaturan kemiringan 25%.
4.      Untuk  meghindari  erosi  yang  mungkin  timbul  dari  tanah  pucuk  yang disimpan  untuk  sementara  waktu  maka  dilakukan  penutupan  sementara dengan mulsa dan atau “cover crop” untuk menghindari erosi permukaan dan kemiringan lereng timbunan akan diupayakan selandai mungkin.
-         Lahan Bekas Tambang
Pengelolaan lahan bekas tambang di PT. MGM saat ini menggunakan sistem back filling yaitu dengan mengembalikan batuan penutup (overburden) ke dalam lahan bekas tambang serta menutupnya dengan lapisan tanah pucuk untuk kemudian ditanami kembali. Penimbunan akan dilakukan hingga mencapai level yang mendekati kondisi awal (RKTTL PT. MGM, 2008).
-         Timbunan Tanah atau Batuan Penutup
Timbunan tanah dan batuan penutup lapisan batubara pada umumnya disebut dengan “    overburden” atau batuan penutup. Batuan     overburden tersebut terdiri  dari  mudstone”, “shale”, batu  pasir  serta  adanya  “andesit”  di  lokasi tambang Mantubuh Tenggara dalam bentuk intrusi sill. Ketebalan tanah pucuk pada umumnya bervariasi antara 0,5 sampai 1 meter.
Pengelolaannya dilakukan dengan membuat lereng timbunan agak landai sesuai  dengan  karekteristik  batuan  yang  ditimbun.  Hal  ini  dilakukan  untuk menghindari erosi air bila hujan turun. Serta membuat drainase di sekitarnya agar air permukaan tersebut dapat tertampung dulu ke dalam settling pond         sebelum dialirkan ke sungai (RKTTL PT. MGM, 2008).
a.       Tanah Pucuk (Pengamanan dan Pemeliharaan)
Pengupasan  tanah  pucuk  merupakan  tindakan  awal  yang  dilakukan sebelum  suatu  proses  penambangan  dimulai.  Ketebalan  yang  harus  dikupas disesuaikan dengan karakteristik dan ketebalan dari tanah pucuk tersebut. Sifat- sifat tanah pucuk tersebut didapatkan dari hasil survey tanah yang telah dilakukan. Tanah pucuk tersebut dapat langsung disebarkan ke lahan reklamasi yang sudah  siap  maupun  disimpan  sebagai  tumpukan  tanah  pucuk,  jika  belum tersedianya  lahan  yang  siap  untuk  penempatan  tanah  pucuk.
 Lokasi penyimpanannya  diusahakan  pada  daerah  yang  datar  dan  tidak  mengganggu kegiatan penambangan. Selama dalam penyimpanan, tumpukan tanah pucuk akan disebar  dengan  tanaman  merambat (cover crop) untuk  mengurangi  terjadinya erosi dari air permukaan (RKTTL PT. MGM, 2008).
b.      Tanah Buangan di Luar Tambang
Setelah  pengupasan  tanah  pucuk  selesai  akan  diteruskan  dengan pengupasan tanah penutup. Pada awal pembukaan Pit biasanya tanah penutup akan ditimbun di luar tambang, tetapi jika lokasi penimbunan tanah penutup pada lokasi  bekas tambang  sudah tersedia  maka tanah penutup  yang telah dikupas sedapat  mungkin  digunakan  untuk  menimbun  lubang  bekas  penambangan terdahulu (backfilling). Tetapi jika masih tidak memungkinkan, tanah penutup tersebut akan ditimbun di luar tambang. Batuan penimbun yang berpotensi asam ditempatkan di lubang bekas tambang diatur hingga sedemikian rupa sehingga tidak diterpa oleh udara maupun air. Timbunan tanah/batuan penutup tersebut akan dipersiapkan menjadi lahan reklamasi (RKTTL PT. MGM, 2008).
-         Kualitas Air
Teknik pengelolaan dan pengontrol kualitas air limpasan tambang adalah melalui pengendapan dan penetralan dengan menggunakan kapur dan tawas di kolam pengendapan (settling pond).Penetralan akan dilakukan jika pH < 6.00 dengan  menggunakan  kapur  dan  penggunaan  tawas  jika  terjadi  kekeruhan. Umumnya  kolam  pengendapan  terdiri  dari  beberapa  bagian  yaitu  kolam pengendap dan kolam penetral.
Aliran air dari permukaan akibat adanya hujan atau air tanah dikumpulkan terlebih dahulu di kolam penetralan, kemudian akan terus mengalir ke kolam berikutnya untuk pengecekan pH dan jika pH-nya netral maka akan dialirkan kedalam kolam pengendap kemudian dilakukan penjernihan. Pengelolaan air limbah dari kegiatan domestik dikumpulkan ke dalam septic tank yang dibuat di sekitar camp Menyango dan Jamut.
Pengelolaan air limpasan  dari  tempat  penumpukan  batubara  di  Jamut  dilakukan  juga  dengan menggunakan  beberapa  kolam  pengendap  yaitu  kolam  untuk  penetralan  dan kolam untuk penjernihan. Air  limpasan dari       stockpile akan dialikan ke kolam penetralan pertama dan  bila kandungan asamnya tinggi  maka akan dilakukan penetralan  dengan  memberikan  kapur,  sampai  air  tersebut  mempunyai  pH mendekati normal kemudian bila masih keruh maka akan ditebarkan tawas sampai jernih, kemudian baru dialirkan ke sungai terdekat (RKTTL PT. MGM, 2008).
c.       Limbah Padat
Limbah  padat  yang  dihasilkan  terdiri  dari  dua  jenis  yaitu  limbah domestik dan limbah sarana penunjang. Limbah yang dihasilkan sarana penunjang terdiri dari limbah logam, ban bekas dan limbah kayu. Limbah yang terbuat dari logam  dikumpulkan  terlebih  dahulu  pada  suatu  tempat,  untuk  kemudian disalurkan kepada pengumpul yang berminat.
Limbah ban bekas diusahakan dapat dimanfaatkan kembali untuk konstruksi kapal dan pelabuhan. Bila jumlah limbah ban bekas menumpuk banyak, ban bekas tersebut akan digunakan kembali sebagai sarana pengendali erosi di lahan bekas tambang             (mine out) disamping itu juga limbah  yang  lain  termasuk  limbah  domestik  akan  dibuang  di  daerah  bekas tambang  kemudian  ditutup  kembali  dengan         overburden (RKTTL PT.  MGM, 2008).


d.      Limbah Kimia/B3
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)  yang timbul akibat dari kegiatan penunjang penambangan terdiri dari oli bekas dari alat berat, sisa gemuk, aki bekas, cairan aki bekas serta bahan bakar yang sudah kadaluarsa dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut dikumpulkan terlebih dahulu di suatu tempat khusus yang telah diberi notasi kemudian disalurkan kepada pihak ketiga atau pengumpul yang telah memperolah izin dari BAPEDALDA setempat. Saat ini limbah-imbah padat tersebut diserahkan pengelolaannya pada (RKTTL PT. MGM, 2008):
-          CV. NAZAR yang beralamat di Pulau Sari RT.1 No 40 Kecamatan Tambang Ulang Tanah Laut Kalimantan Selatan.
-          Rekomendasi BAPEDALDA No:660.1/REK/002/VI/2004/BAPEDALDA.
e.       Kualitas Udara
Pengendalian  debu  dilakukan  secara  berkala  dengan  jalan  melakukan penyiraman pada tempat-tempat yang mempunyai potensi tinggi menghasilkan debu,  baik  debu  yang  dihasilkan  dari  proses  penambangan  maupun  proses pengangkutan batubara. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan truk tangki air sesuai dengan kebutuhan terutama pada kondisi musim kemarau (RKTTL PT. MGM, 2008).
e.       Lingkungan Sosial
Pengelolaan  komponen  lingkungan  sosial  dilakukan  dengan mengimplementasikan  program  kegiatan  pengembangan  masyarakat  yang disesuaikan  dengan  kebutuhan  kondisi  masyarakat  sekitar  tambang  dan kemampuan perusahaan (RKTTL PT. MGM, 2008).
1.      Pemantauan Lingkungan
Pemantauan lingkungan (Environmental Monitoring) adalah  proses pengamatan, pencatatan, pengukuran, pendokumentasian secara verbal dan visual menurut prosedur standard tertentu terhadap satu atau beberapa komponen lingkungan dengan menggunakan satu atau beberapa parameter sebagai tolok ukur yang dilakukan secara terencana, terjadwal dan terkendali dalam satu siklus waktu tertentu.
 
Dalam Pemantauan lingkungan biasanya di lakukan lah monitoring agar dapat menghasilkan data yang tepat sebagai unsur analisa suatu pengamatan.

2.      Pemantauan Kualitas Air
       Pemantauan  lingkungan  untuk  manajemen  air  meliputi  usaha pengambilan sampel air harian untuk pengukuran pH, kekeruhan dan temperatur. Pada pengukuran ini standar yang ditetapkan untuk pH adalah 6-8. Bila kualitas pH air belum memenuhi standar yang ditetapkan, pihak manajemen melakukan usaha pengelolaan kembali dengan menambahkan kapur tohor untuk menaikkan pH air sampai mendekati normal. Kekeruhan yang ditetapkan sesuai standar baku mutu  air  tambang  adalah  294  NTU (Nephelometrik  Turbidity  Unit) bila kekeruhan air belum mencapai standar maka akan dilakukan pengelolaan lebih lanjut dengan menambahkan tawas untuk mengurangi kekeruhan tersebut.
       Selain  pengambilan  sampel  harian,  departemen  lingkungan  juga melakukan pengambilan sampel bulanan. Pengukuran kualitas air pada sampel bulanan yang diukur antara lain;     Total Suspensi Solid            (TSS) adalah sedimen yang tidak  bisa  diendapkan  lagi  yaitu  maksimal  400mg/L,  kandungan  besi  yaitu maksimal 7 mg/L, kandungan mangan yaitu 4 mg/L dan pH antara 6-8.
8.      Monitoring Lingkungan
Usaha  untuk  memonitoring  lingkungan  ditempuh  manajemen  dengan mengadakan pengukuran langsung yang dilaksanakan sendiri dari pihak internal dan  adapula  yang  dilaksanakan  oleh  pihak  eksternal  yaitu  Universitas Palangkaraya dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan. Monitoring yang telah dilaksanakan sebagai usaha pemantauan lingkungan adalah pengukuran tentang kebisingan,  debu,  suhu,  kelembaban,  kecepatan  angin  dan  arah  angin.  Untuk pengukuran  kebisingan  yang  telah  dilaksanakan  adalah  kebisingan  untuk lingkungan masyarakat dan kebisingan untuk lingkungan kerja.


1.10       Ergonomi
1.      Material Handling
Kegiatan pertambangan ini dilakukan dengan sistem padat modal yang menyebabkan  tidak  terlalu  banyaknya  karyawan  yang  terlibat  di  lokasi penambangan.  Begitu  juga  dengan  aktivitas       material  handling       -nya  yangsemuanya menggunakan alat berat dengan teknologi tinggi. Keergonomisan alat disesuaikan dengan standar distributor alat tetapi tidak menyebabkan gangguan kerja  yang  sangat  signifikan  walaupun  pembuatan  alatnya  tidak  disesuaikan dengan anthropometri operatornya karena  hampir  semua alat bisa disesuaikan dengan operatornya dan alat yang digunakan adalah produk Asia sehingga tidak ada perbedaan bentuk fisik yang begitu signifikan.
2.      Shift Kerja
Jam kerja di PT.  MGM adalah 10  jam kerja dengan 1  jam  istirahat perhari atau 70 jam kerja dengan 7 jam kerja perminggu. Jam kerja di perusahaan ini tidak menggunakan sistem libur akhir pekan tetapi menggunakan sistem cuti yaitu:
-          Karyawan non staf  : 10 minggu kerja dan 2 minggu cuti
-          Karyawan staf supervisor ke bawah  : 8 minggu kerja dan 2 minggu cuti
-          Karyawan staf superintendent ke atas  : 6 minggu kerja dan 2 minggu cuti
3.      Lingkungan Kerja
Keadaan di  lingkungan kerja terdapat beberapa  faktor  bahaya seperti debu,  kebisingan  serta  tekanan  panas  dan  potensi  bahaya  seperti  peledakan, kecelakaan oleh mesin-mesin yang digunakan serta kecelakaan dalam lalulintas tambang.  Lokasi  kerja  berada  di  tengah  hutan  dan  jauh  dari  pemukiman penduduk. 
2.      Sikap Kerja
Sikap  kerja  karyawan  adalah  duduk  dan  berdiri  namun  tidak  dalam frekuensi bergantian yang tinggi. Namun sikap kerja yang dominan dari karyawan di kantor adalah sikap kerja duduk, sedangkan karyawan yang stasiun kerjanya di lapangan memiliki sikap kerja dominan berdiri.










1.11       Kampanye Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Pada pertambangan batubara di PT. MGM ini banyak sekali usaha yang dilakukan  untuk  mengkampanyekan  K3  antara  lain;  ditekankannya  setiap departemen untuk melaksanakan safety talk      sebagai agenda rutin, membagikan buku manual K3 sebagai petunjuk dalam melaksanakan pekerjaannya, banyaknya poster-poster  dan  spanduk  untuk  mengingatkan  seluruh  karyawan  untuk mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja serta diadakannya lomba dan reward untuk mengajak semua karyawan berperan aktif dalam mengkampanyekan K3
Proses produksi penambangan  batubara ini dimulai dengan land clearing  yaitu membersihkan lahan penambangan dengan cara memotong pepohonan dan  menyingkirkan segala sesuatu yang dapat menghambat aktivitas penambangan. Setelah land clearing usaha selanjutnya adalah removing top soil yaitu mengambil dan memindahkan tanah pucuk yang dikumpulkan pada tempat penampungan top soil sementara yang diberi nama stockpile. Pengambilan top soil ini harus benar- benar menjadi perhatian agar tidak tercampur dengan lapisan batuan atau tanah yang lain sehingga bisa dimanfaatkan lagi pada saat reklamasi dan revegetasi.
Kegiatan selanjutnya adalah melakukan removing lapisan overburden(OB) dengan pemboran  dan  peledakan.  Lapisan  tanah           OB tersebut  kemudian  dimuat  dan dibawa ke sampai  pada  lapisan  batubara. Setelah  lapisan  batubara  ditemukan  maka  dilakukanlah digging and loading yaitu penggalian batubara dan dimuat kedalam truk Volvo untuk diangkut ke lokasi coal crushing plant (CCP) dan melalui proses produksi selanjutnya. Berikut adalah bagan alir proses penambangan batubara:










BAB II
PEMBAHASAN
2.1            Faktor dan Potensi Bahaya
2.2.1    Faktor Bahaya
A.   Faktor Fisik
1.      Penerangan
Pada prinsipnya, pengukuran untuk penerangan baik di dalam maupun di luar ruangan belum pernah dilakukan sebagai usaha pengendalian faktor bahaya di tempat  kerja.  Penerangan  untuk  pekerjaan  di  kantor  maupun  di  tambang menggunakan dua sumber penerangan yaitu penerangan alami dan penerangan buatan  .  Untuk  pekerjaan  di  kantor  misalnya,  pekerjaan  dilakukan  pada  pagi sampai sore hari yang mendapat penerangan campuran yaitu alami dan buatan. Pekerjaan  yang  dilakukan  di  kantor  adalah  aktivitas  menulis  dan  berdiskusi dengan  penerangan  buatan  menggunakan  lampu  TL  sebagai  sumber  cahaya. Sedangkan  penerangan    di  tambang  yang  dilakukan  selama  24  jam  dengan menggunakan  penerangan  alami  dari  sinar  matahari  pada  siang  hari  dan penerangan buatan dari lampu fluoresensi pada malam hari.
Pengukuran untuk penerangan ini tidak dilakukan karena keterbatasan alat dan sumber daya manusia yang dimiliki. Namun sebagian besar karyawan merasa  tidak  perlu  ada  upaya  paksa  untuk  melihat  dengan  jelas  dengan penerangan  yang ada.  Ini  membuktikan  bahwa  karyawan  menerima  intensitas penerangan  yang  cukup  dan  sesuai  dengan  pekerjaan  mereka.  Namun  pada prinsipnya  walaupun  kecelakaan  yang  pernah  ada  tidak  disebabkan  karena intensitas  penerangan  yang  diterima  karyawan,  pengukuran  penerangan  harus tetap  dilakukan  sebagai  upaya  pengendalian  faktor  bahaya  di  tempat  kerja.
Pengukuran intensitas penerangan yang belum pernah dilakukan menyebabkan pihak manajemen tidak tahu apakah intensitas penerangan yang ada sudah sesuai dengan standart yang ditetapkan dalam PMP No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat- syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat Kerja. Pekerjaan di kantor merupakan pekerjaan teliti dan menurut PMP No. 7 tahun 1964 tentang Syarat-syarat Kesehatan, Kebersihan serta Penerangan dalam Tempat  Kerja  untuk  pekerjaan  teliti  seperti  aktivitas  di  kantor  memerlukan penerangan rata-rata ruangan sebesar 300-700 lux. Pekerjaan yang dilakukan di area tambang adalah pekerjaan bongkar muat dengan ketelitian sedang berarti memerlukan intensitas penerangan lokal minimal sebesar 100 lux.
2.      Kebisingan
Hasil pengukuran intensitas kebisingan yang dilakukan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan untuk lingkungan kerja di hopper adalah 98,5 dB dan pada jarak ± 5 meter dari          hopper adalah sebesar 87 dB, menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisik di Tempat Kerja yaitu 85 dB untuk pekerjaan selama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Pada prakteknya,  tidak ada karyawan  yang berada pada  jarak 1  meter  dari hopper kecuali bila ada kerusakan yang memerlukan perbaikan. Namun usaha perbaikan tersebut  dilakukan  dengan  mematikan  operasi  alat. 
Pada  jarak  ±5  meter  dari hopper ada  beberapa  aktivitas  yang  dilakukan  oleh  karyawan  tetapi  hanya dilakukan selama beberapa menit saja sehingga intensitas kebisingan yang ada tidak berada di atas NAB. Hasil pengukuran intensitas kebisingan yang diukur oleh penulis pada tanggal 1 sampai 11 Maret 2009 di beberapa tempat seperti di control room         pada stone crushing plant sebesar 93,9 dB,di work shop sebesar 91,7 dB, di lokasi sampling coal crushing plant sebesar 87,7 dB dan         dozer   dengan kabin terbuka adalah sebesar 103 – 109 dB berada di atas NAB menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisik di Tempat Kerja yaitu 85 dB untuk pekerjaan selama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu, karena aktivitas pekerjaan di lokasi tersebut dilakukan selama 9 sampai 10 jam kerja per hari.
Hasil  pengukuran  intensitas  kebisingan  untuk  lingkungan  sekitar  dari Balai  Teknik  Kesehatan  Lingkungan  untuk  area  pemukiman  atau  perumahan adalah sebesar 54 sampai 62 dB berada di atas NAB menurut Keputusan Menteri Lingkungan  No: Kep-48/MenLH/11/1996 Tentang Baku Mutu Kebisingan yaitu 55 dB untuk lokasi pemukiman dan perumahan. Namun intensitas kebisingan yang berada di atas NAB ini bukan disebabkan oleh aktivitas pertambangan PT. MGM,  melainkan  dari  sumber  energi  listrik  yang  digunakan  oleh  warga  itu sendiri.
Intensitas kebisingan untuk lokasi perkantoran sebesar 53 sampai 61 dB berada  di  bawah  NAB  menurut  Keputusan  Menteri  Lingkungan No:  Kep- 48/MenLH/11/1996 Tentang Baku Mutu Kebisingan yaitu 65 dB untuk lokasi perkantoran dan perdagangan. Pihak  manajemen  telah  melakukan  upaya  pengendalian  dengan menyediakan  alat  pelindung  telinga  berupa ear  plug dan ear  muff serta dipasangnya rambu-rambu peringatan dan rambu informasi besarnya kebisingan di lokasi tersebut. Walaupun  demikian,  usaha  perbaikan  konstruksi  masih  sangat  perlu untuk dilakukan sebagai upaya pengendalian kebisingan yang pertama dan utama sehingga diharapkan nantinya karyawan tidak perlu lagi menggunakan APD bila konstriksi ruangan atau alat telah diperbaiki
3.       Tekanan Panas
Hasil pengukuran suhu  kerja dari Balai Teknik Kesehatan Lingkungan adalah sebesar 25 – 32 °C, sedangkan suhu nikmat kerja adalah pada suhu 24 – 26 Pekerjaan yang dilakukan di area tambang dengan kategori pekerjaan berat memiliki iklim kerja sangat tinggi. Untuk mengantisipasi penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh tekanan panas, perusahaan kemudian menyediakan air minum kemasan untuk dibawa ke lokasi kerja. Namun pekerjaan dengan tekan panas tinggi ini tidak dilakukan selama 8 jam kerja terus-menerus. Sedangkan untuk pekerjaan di kantor, manajemen mensiasatinya dengan menggunakan           air conditioning (AC) yang terpasang disetiap ruangan.
 Dari hasil pengukuran yang dilaksanakan pada tanggal 4-6 Nopember, suhu udara di lingkungan kerja yang berkisar  antara  25    32  ºC  bila  disesuaikan  dengan  Kepmenaker  No. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola maka jam kerja karyawan harus diatur yaitu 25% jam kerja dan 75% jam istirahat dengan sistem rolling ataudenganalternatif lain yaitu mengurangi beban kerja
Jam kerja karyawan harus disesuaikan dengan iklim kerja yang dialami dengan  menyesuaikan  kategori  pekerjaan  masing-masing  sesuai  dengan Kepmenaker No. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Iklim Kerja Indeks Suhu Basah dan Bola.
B.     Faktor Kimia
1.      Debu
Hasil pengukuran debu total di beberapa titik yang dilaksanakan pada tanggal 4-6 Nopember oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan adalah 29,728 µg/m3 ;  49,134  µg/m3 ;  16,101  µg/m3 ;  35,027  µg/m3 ;  16,688  µg/m3 ;  109,661 µg/m3 . Menurut SNI 19 – 7119.3 – 2005 tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional NAB debu total untuk waktu pemaparan selama 24 jam adalah 230 µg/m3 . Dari hasil pengukuran tersebut dapat diketahui bahwa debu total yang ada di lingkungan kerja PT. MGM berada di bawah NAB yang ditetapkan.
Hal ini karena  pihak  manajemen  melakukan  pengendalian  terhadap  debu  dengan melakukan penyemprotan di jalan hauling dan di area tambang secara rutin setiap harinya. Selain itu perusahaan juga memberikan masker sebagai alat perlindungan dari bahaya debu. Pengukuran debu khusus  batubara  belum pernah dilakukan  baik oleh pihak internal perusahaan maupun pihak eksternal. NAB debu batubara menurut SNI 19-0232-2005 adalah 2 mg/m3 .




2.      Fume
Fume yang ada pada lingkungan kerja ini dihasilkan dari gas emisi alat berat  yang  digunakan  pada  proses  penambangan.  Upaya  pengendalian  faktor bahaya ini bisa dilakukan dengan mengupayakan konstruksi alat berat dengan kabin tertutup untuk meminimalisir adanya penyakit akibat kerja yang diakibatkan oleh fume.  Perusahaan  juga  memberikan  APD  berupa  masker  untuk mengantisipasi bahaya fume ini. Namun pengukuran mengenai besarnya fume di lingkungan kerja  belum pernah dilakukan. Oleh karena  itu,  pihak  manajemen belum mengetahui apakah kadar fume di lingkungan kerja berada di atas atau di bawah NAB.
C.     Faktor Biologi
Faktor biologi bisa menjadi bahaya yang mengganggu pekerjaan. Untuk mengantisipasinya  bisa  dilakukan  dengan  jalan  memakai  baju  kerja  yang menutupi semua bagian tubuh kecuali wajah dan telapak tangan.  
D.    Faktor Fisiologis
Faktor bahaya fisiologis bisa timbul bila terjadi ketidakserasian antara  alat dengan kemampuan tubuh. Namun karena sebagian besar alat bantu kerja yang digunakan ini bisa disesuaikan dengan operator menjadikan faktor bahaya fisiologis ini tidak menjadi masalah yang sangat mempengaruhi kinerja karyawan.
E.     Faktor Mental Psikologis
Lokasi tempat kerja yang berada jauh dari pemukiman penduduk bisa menjadi faktor bahaya berupa gangguan mental psikologis bagi karyawannya. Oleh karena itu, perusahaan memberlakukan sistem kerja cuti supaya karyawan bisa berkumpul dengan keluarga dan membaur dengan masyarakat sebagai upaya pengendalian faktor bahaya mental psikologis yang bisa dialami karyawannya.













2.2.2        Potensi Bahaya
1.      Peledakan
Upaya untuk mengantisipasi bahaya peledakan yang telah dilakukan oleh pihak  manajemen  sudah sesuai dengan  Keputusan  Menteri Pertambangan dan Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum Bab II Mengenai Bahan Peledak dan Peledakan.
2.      Kebakaran
Usaha yang dilakukan untuk mengantisipasi bahaya kebakaran dan upaya pengendalian terhadap bahaya kebakaran telah sesuai dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum Bab IV Tentang Sarana Tambang di Permukaan Bagian Ketiga Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran.
3.      Tertimpa Material
Potensi bahaya tertimpa meterial bisa terjadi saat aktivitas loading atau pada saat dilakukannya blasting. Untuk menghindari potensi bahaya ini, pihak manajemen  telah  mengantisipasinya  ketika safety induksi  yang  memaparkan radius aman saat adanya aktivitas blasting agar tidak terkena material. Namun, kehati-hatian dan kepatuhan karyawan atau pengunjung  menjadi faktor utama pencegahan terjadinya kecelakaan tersebut. Usaha yang dilakukan tersebut telah sesuai  dengan  Keputusan  Menteri  Pertambangan  dan  Energi  nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum.
4.      Kecelakaan Lalulintas Tambang
Kecelakaan  lalulintas  tambang  merupakan  jenis  potensi  bahaya  yang sering terjadi. Berbagai upaya telah dilakukan manajemen berupa aturan-aturan yang  harus  dipatuhi  semua driver.  Peraturan  tersebut  berupa  kewajiban menggunakan sabuk pengaman,  menyalakan  lampu, monitoring dengan radio, pengaturan  batas  maksimum  kecepatan,  rambu-rambu lalulintas  sampai pemasangan bendera sebagai tanda.
Namun, terlepas dari itu semua kehati-hatian dan kepatuhan driver dan operator adalah  kunci  utama  agar  tidak  terjadi kecelakaan lalulintas tambang. Semua peraturan dan ketentuan yang berlaku di PT.  MGM  diintegerasikan  dan  telah  sesuai  dengan  Keputusan  Menteri Pertambangan dan Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum.




5.      Longsor
Untuk potensi bahaya longsor, usaha pencegahaan hanya bisa dilakukan dengan pengaturan kemiringan desain konstruksi tambang. Oleh karena itu pihak manajemen  mengambil  kebijakan  untuk  memberlakukan  standar  kemiringan tambang  yang  selandai  mungkin.  Upaya  pengendalian  lonsor  dalam  desain konstruksi tambang disesuaikan dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum.





























2.2             Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3)
Secara administartif PT.  MGM  sudah  menerapkan SMK3  yang telah sesuai  dengan  Keputusan  Menteri  Pertambangan  dan  Energi  nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum. Namun, secara aplikatif masih ada beberapa poin dalam SMK3 tersebut yang  belum  terlaksana  seperti  monitoring  lingkungan  tempat  kerja  dan pengukuran  semua  faktor  fisik  dan  faktor  kimia  di  lingkungan  tempat  kerja.
Upaya ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar faktor bahaya di tempat kerja apakah  berada  pada  tingkat  mengganggu  dan  membahayakan  karyawan  atau tidak.  Sehingga  kemudian  manajemen  bisa  menganalisa  tindakan  yang memungkinkan untuk dilakukan sebagai upaya  pengendalian  faktor  bahaya di tempat kerja.


























2.3             Sistem Keselamatan Kerja
1.      Sistem Pengelolaan Keselamatan Kerja
Pengelolaan  sistem  keselamatan  kerja  telah  diatur  dalam  Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Bab I Bagian keenam Mengenai Pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan. Pengelolaan sistem keselamatan kerja yang ditetapkan dalam peraturan tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh PT. MGM misalnya belum dilakukannya identifikasi dan pengukuran semua faktor bahaya dan potensi bahaya yang ada untuk selanjutnya dilakukan tindakan analisa.
2.      Fasilitas
Pengadaan alat pelindung diri bagi karyawan  PT. MGM berdasarkan pada  Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Pelaksanaannya telah sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada pasal 9 ayat 1 sub b yang menyatakan bahwa pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang semua pengaman dan alat perlindungan yang diharuskan di tempat kerja dan pada pasal 9 ayat 1 sub c menyatakan bahwa pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan tentang alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
Penyediaan fasilitas keselamatan kerja di PT. MGM ini juga telah sesuai dengan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 pasal 15 sub c yang menyatakan bahwa pengurus diwajibkan menyediakan secara cuma-cuma semua alat pelindung diri yang  diwajibkan  pada  tenaga  kerja  yang  berada  di  bawah  pimpinannya  dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pengawas atau ahli Keselamatan Kerja.
-          Penanggulangan Kebakaran
Program penanggulangan kebakaran di sektor pertambangan telah diatur dalam Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum pada Bab IV bagian ketiga mengenai Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
a.       Program Preventif
Program preventif yang dilaksanakan oleh PT. MGM ini sesuai dengan Kepemenaker Kep-186/MEN/1999 pasal 2 ayat 2 sub b tentang penyediaan saran proteksi, alarm dan pemadam kebakaran dan sarana (Fire Protection) dan sub e tentang pelatihan (pembinaan).
b.      Pemeliharaan dan Pemeriksaan Sarana Pemadam Kebakaran
Pemeliharaan  dan  pemeriksaan  sarana  pemadam  kebakaran  bertujuan untuk mempersiapkan alat pemadam agar setiap saat alat tersebut bisa digunakan jika dibutuhkan. Pemeliharaan ini dilakukan staf dari safety department         .
Hal ini sesuai dengan Kepmenaker No. KEP-186/MEN/1999 pasal 2 ayat 4 sub b tentang jenis, cara pemeliharaan dan penggunaan sarana proteksi kebakaran di tempat kerja.
c.       Sertifikasi Instalasi Berbahaya & Sertifikasi Keahlian
Sertifikasi instalasi berbahaya ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Pertambangan  dan  Energi  No.  555.K/M.PE/1995.  Semua  instalasi  ini  sudah mendapatkan sertifikasi dari Direktorat Teknik Mineral dan Batubara serta dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
d.       Sistem Izin Kerja Berbahaya
Pemberlakuan surat  izin kerja  berbahaya  yang  dilaksanakan oleh PT. MGM telah sesuai dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi nomor: 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pertambangan Umum.
























2.4  Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
a.       House Keeping
House  keeping untuk  beberapa  unit  instalasi  berbahaya  telah  diatur pengaturannya  oleh  Keputusan  Menteri  Pertambangan  Dan  Energi  Nomor 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Salah satunya pengaturan pada gudang handak yang dilakukan sudah sesuai  dengan  Keputusan  Menteri  Pertambangan  Dan  Energi  Nomor 555.K/26/M.PE/1995 BAB II tentang Bahan Peledak dan Peledakan.
b.      Monitoring Lingkungan
Usaha  monitoring  lingkungan  yang  dilakukan  oleh  PT.  MGM  yang bekerta  sama  dengan  Balai  Teknik  Kesehatan  Lingkungan  merupakan  upaya pemantauan  lingkungan  kerja  yang  di  sesuaikan  dengan  Keputusan  Menteri Pertambangan  Dan  Energi  Nomor  555.K/26/M.PE/1995  Tentang  Keselamatan Dan  Kesehatan  Kerja  Pertambangan  Umum  yaitu  pada  Bab  III  mengenai Lingkungan  Tempat  Kerja. 
Namun  monitoring  lingkungan  kerja  ini  belum melakukan  identifikasi  atau pengukuran untuk semua  faktor  bahaya  yang ada sehingga belum memenuhi semua ketentuan yang digunakan. Oleh karena itu, masih diperlukan penambahan poin monitoring faktor bahaya di tempat kerja.
c.       Pelayanan Kesehatan
Penyelenggaraan  pelayanan  kesehatan  yang  dilaksanakan  PT.  MGM sesuai  dengan  Peraturan  Menteri  Tenaga  Kerja  dan  Transmigrasi  No. 03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan pasal 1, yaitu pelayanan kesehatan dilaksanakan bertujuan:
a.       Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam menyesuaikan diri baik fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja.
b.      Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
c.       Meningkatkan  kesehatan  badan,  kondisi  mental  dan  kemampuan  fisik karyawan.
d.      Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit.
Selain  itu,  pelayanan  kesehatan  tersebut  juga  telah  sesuai  dengan Keputusan  Menteri  Pertambangan  Dan  Energi  Nomor  555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum pada Bab I bagian  kesebelas  Mengenai  Kesehatan  yaitu  penyediaan  ruang  ganti  pakaian, penyediaan air bersih, jamban dan larangan mengkonsumsi minuman beralkohol.


d.      Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang tersedia berupa klinik di setiap komplek camp, paramedis dan obat-obatan sudah mencukupi kebutuhan pelayanaan kesehatan. Selebihnya untuk karyawan yang tidak bisa ditanggulangi di klinik perusahaan akan dirujuk ke RSUD Muara Teweh. Fasilitas kesehatan yang lain juga berupa          medical check up, pemberian vaksin, penyediaan sarana olahraga dan pemantauan gizi kerja. Hal ini telah sesuai dengan  Keputusan  Menteri  Pertambangan  Dan  Energi  Nomor 555.K/26/M.PE/1995 Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum pada Bab IV Mengenai Sarana Tambang Permukaan.
e.       Pemeriksaan Kesehatan
Usaha pemeriksaan kesehatan yang dilakukan oleh PT. MGM telah sesuai dengan Undang-Undang  Keselamatan  Kerja  No. 1 tahun 1970 pasal 8  yang menyatakan bahwa:
a.       Pengurus  diwajibkan  memberikan  pemeriksaan  kesehatan  badan,  kondisi mental  dan  dipindah  sesuai  dengan  sifat-sifat  pekerjaan  yang  diberikan kepadanya.
b.      Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.
Selain itu, kewajiban perusahaan untuk memberikan pelayanan kesehatan juga  telah  diatur  dan  dilaksanakan  oleh  PT.  MGM  sesuai  dengan  Keputusan Menteri  Pertambangan  Dan  Energi  Nomor  555.K/26/M.PE/1995  Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum Bab I Bagian Keenam Pasal 27 Mengenai Pemeriksaan Kesehatan.



















2.5             Gizi Kerja
Persyaratan umum bangunan seperti lokasi kantin, fasilitas, lantai, langit- langit,  peralatan  masak, peralatan  makan dan dapur  terlihat bersih dan sudah sesuai  dengan  Surat  Keputusan  Menteri  Kesehatan  RI  No. 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Higene Sanitasi  Jasa Boga untuk Persyaratan Umum Lokasi, Bangunan dan Fasilitas Kantin Perusahaan.         Pengelola  kantin  dilakukan  oleh  CV.  Cendana  namun  tidak  ada  tes kesehatan untuk pengelola kantin. Petugas kantin juga tidak menggunakan tutup rambut  dan  tutup  mulut  seperti  ketentuan  yang  ada  dalam  Surat  Keputusan Menteri  Kesehatan  RI  No.  715/MENKES/SK/V/2003  Tentang  Persyaratan Higene Sanitasi   Jasa Boga: ”Untuk  melindungi pencemaran terhadap  makan digunakan celemek/apron, tutup rambut dan mulut serta sepatu dapur”.



























2.6             Sistem Pengelolaan Lingkungan
Sistem  pengelolaan  lingkungan  diatur  dalam  Undang–Undang  No.  4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di dalamnya tercakup kebijakan pemerintah yang meliputi:
1.      Usaha penanggulangan dampak lingkungan
2.      Usaha konvervasi sumber daya alam
3.      Usaha  pencegahan  atau  pemberantasan  dampak  lingkungan  melalui penerapan baku mutu lingkungan dalam Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup  No.  02  /MENKLH/1988,  tentang  Pedoman  Penetapan  Baku  Mutu Lingkungan.  
4.      LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
5.      Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986, tentang AMDAL
Pengelolaan lingkungan hidup dalam Undang–Undang No. 2 tahun 1982 pasal 1 ayat 2 adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, peraturan, pemeliharaan, pengawasan,  pengendalian,  pemulihan  dan  pengembangan  lingkungan  hidup. Pada ayat tersebut mengandung tujuan pokok pengelolaan yaitu terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan  dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana serta berkesinambungan untuk menjamin kebutuhan generasi masa kini dan masa yang akan datang (Pekerjaan Kegiatan Pemantauan Lingkungan Triwulan IV PT. MGM, 2005).
Pengelolaan lingkungan seperti yang dimaksud dalam Undang–Undang No. 2 tahun 1982 pasal 1 ayat 2 telah diupayakan oleh pihak manajemen MGM sebagai  upaya  pengendalian  dampak  lingkungan  yang  dilaporkan  per  tiga bulannya ke Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Murung Raya, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Palangkaraya dan Direktorat Teknik Mineral dan Batubara Jakarta.

















2.7             Sistem Pengelolaan Lingkungan
Sistem Pengelolaan Lingkungan dapat diartikan sebagai integrasi dari struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, mekanisme dan prosedur/proses, praktek operasional, dan sumberdaya untuk implementasi pengelolaan lingkungan.
Pengelolaan lingkungan meliputi segenap aspek fungsional pengelolaan untuk mengembangkan, mencapai, dan menjaga kebijakan dan tujuan organisasi dalam isu-isu lingkungan hidup.
Sistem Pengelolaan Lingkungan memberikan mekanisme untuk mencapai dan menunjukkan kinerja lingkungan yang baik, melalui upaya pengendalian dampak lingkungan dari kegiatan, produk dan jasa.
Agar dapat diimplementasikan secara efektif, Sistem Pengelolaan Lingkungan harus mencakup beberapa elemen utama sebagai berikut:
1.      Kebijakan lingkungan: pernyataan tentang maksud kegiatan pengelolaan lingkungan dan prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapainya.
2.      Perencanaan; mencakup identifikasi aspek lingkungan dan persyaratan peraturan lingkungan hidup yang bersesuaian, penentuan tujuan pencapaian dan program pengelolaan.
3.      lmplementasi; mencakup struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, pelatihan, komunikasi, dokumentasi, pengendalian dan tanggap darurat.
4.      Pemeriksaan reguler dan tindakan perbaikan: mencakup pemantauan, pengukuran, dan audit.
5.      Kajian pengelolaan; kajian tentang kesesuaian dan efektifitas sistem untuk mencapai tujuan dan perubahan yang terjadi di luar organisasi.
Sistem  pengelolaan  lingkungan  diatur  dalam  Undang–Undang  No.  4 Tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di dalamnya tercakup kebijakan pemerintah yang meliputi:
1.      Usaha penanggulangan dampak lingkungan  
2.      Usaha konvervasi sumber daya alam
3.      Usaha  pencegahan  atau  pemberantasan  dampak  lingkungan  melalui penerapan baku mutu lingkungan dalam Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup  No.  02  /MENKLH/1988,  tentang  Pedoman  Penetapan  Baku  Mutu Lingkungan.
4.      LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Lembaga swadaya masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga sebagai Organisasi non pemerintah (disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggrisnon-governmental organizationNGO).
Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintahbirokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri sbb :
-          Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun Negara
-          Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba)
-          Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi
5.      Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1986, tentang AMDAL
Pengelolaan lingkungan hidup dalam Undang–Undang No. 2 tahun 1982 pasal 1 ayat 2 adalah upaya terpadu dalam pemanfaatan, peraturan, pemeliharaan, pengawasan,  pengendalian,  pemulihan  dan  pengembangan  lingkungan  hidup. Pada ayat tersebut mengandung tujuan pokok pengelolaan yaitu terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan  dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana serta berkesinambungan untuk menjamin kebutuhan generasi masa kini dan masa yang akan datang (Pekerjaan Kegiatan Pemantauan Lingkungan Triwulan IV PT. MGM, 2005).
Pengelolaan lingkungan seperti yang dimaksud dalam Undang–Undang No. 2 tahun 1982 pasal 1 ayat 2 telah diupayakan oleh pihak manajemen MGM sebagai  upaya  pengendalian  dampak  lingkungan  yang  dilaporkan  per  tiga bulannya ke Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Murung Raya, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Palangkaraya dan Direktorat Teknik Mineral dan Batubara Jakarta.




















2.8             Ergonomi
a.       Material Handling
Aktivitas material handling    yang sepenuhnya dibantu oleh alat dengan teknologi tinggi bisa menjadi faktor bahaya yang membutuhkan konsentrasi dan kompetensi tinggi dari operatornya. Oleh karena itu, diberlakukannya SIMPER oleh manajemen perusahaan untuk operator alat berat dan driver adalah sebuah keputusan yang bijak untuk mengantisipasi kecelakaan kerja. 
b.      Shift Kerja
Perusahaan  ini  memberlakukan  10  jam  kerja  dengan  1  jam  istirahat perhari atau 70 jam kerja dengan 7 jam istirahat per minggu telah sesuai dengan ketentuan  Peraturan  Menteri  Tenaga  Kerja  dan  Transmigrasi  Nomor:  PER- 15/MEN/VII/2005  Tentang  Waktu  Kerja  dan  Istirahat  Pada  Sektor  Usaha Pertambangan  Umum  Pada  Daerah  Operasi  Tertentu Hal  ini  dikarenakan ketentuan  dalam  Keputusan  Menteri  Tenaga  Kerja  dan  Transmigrasi  Nomor: KEP-234/MEN/2003 tidak efisien dan efektif untuk dijalankan, mengingat kondisi di tempat kerja yang berada di tempat terpencil.
Kemudian, untuk pehitungan waktu kerja lembur dan upah karyawan telah sepenuhnya diatur dalam Peraturan Menteri tersebut.













2.9             Kampanye K3
Kampanye K3 diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran tentang K3  atau safety  aware Selain  itu,  kegiatan  yang  dilakukan  untuk mengkampanyekan K3 seperti lomba poster, membuat logo dan lain-lain juga bertujuan  melibatkan  semua  karyawan  untuk  ikut  berperan  aktif  dalam meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja serta turut mengkampanyekannya.Kinerja  program  kesehatan  kerja  dinilai  dari  tingkat  absen  karyawan karena sakit.
PT. MGM memberikan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan di klinik yang berada dalam satu kompleks dengan camp karyawan. Tiap klinik dikelola  oleh  satu  tenaga  paramedis  dengan  obat-obatan  serta  perlengkapan pengobatan untuk penanganan kecelakaan ringan. Fasilitas  olahraga  untuk  menunjang  kesehatan  karyawan  juga  telah disediakan oleh pihak manajemen. Perhatian terhadap monitoring lingkungan dan sanitasi juga merupakan wujud pelayanan kesehatan yang berupa usaha preventif. Usaha  prefentif  lain  yang  ditempuh  manajemen  adalah  dengan  memberikan vaksinasi dan medical check up untuk semua karyawan. Selain usaha preventif, usaha  pemantauan  kesehatan  serta  konsultasi  kesehatan  yang  ditangani  oleh tenaga paramedis di klinik juga ditempuh pihak manajemen untuk meningkatkan derajat kesehatan karyawannnya













BAB III
PENUTUP

3.1            Kesimpulan
Dari observasi hasil kegiatan praktek kerja lapangan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka kesehatan dan keselamatan kerja pada pertambangan batubara di PT. Marunda Grahamineral dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) PT. MGM ini adalah integerasi dari Keputusan Menteri Pertambangan Dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995  Tentang  Keselamatan  Dan  Kesehatan  Kerja Pertambangan  Umum,  namun  dalam  pelaksanaannya  masih  ada  beberapa poin  dalam  SMK3  tersebut  yang  belum  terlaksana  seperti  monitoring lingkungan tempat kerja dan pengukuran semua faktor fisik dan faktor kimia di lingkungan tempat kerja.
2.      Faktor  fisik  berupa  penerangan,  dan  radiasi  radio  aktif  belum  pernah dilakukan monitoring. Faktor fisik berupa kebisingan di beberapa lokasi kerja dan tekanan panas di Camp Jamut sekitar daerah CCP berada di atas NAB. Usaha  pengendalian  yang  telah  dilakukan  oleh  pihak  perusahaan  adalah dengan engineering control           dan administrative control berupa pemasangan peredam dan ruangan tertutup  pada sumber bising serta pemberlakauan shift kerja untuk tekanan panas. Namun usaha pengendalian berupa pemberian APD untuk pengendalian terhadap bahaya kebisingan belum dilakukan oleh pihak perusahaan.
3.      Faktor kimia berupa debu berada di bawah NAB, sedangkan faktor kimia fume belum diadakan monitoring.
4.      Gizi kerja dikelola oleh pihak ketiga belum memenuhi semua persyaratan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang  Persyaratan  Higene  Sanitasi    Jasa  Boga:  ”Untuk  melindungi pencemaran  terhadap  makan  digunakan  celemek/apron,  tutup  rambut  dan mulut serta sepatu dapur”, karena analisis gizi kerja baik secara kualitatif maupun kuantitatif belum pernah dilakukan oleh pihak internal perusahaan maupun dari pihak independen.









3.2             Saran
 Dari kesimpulan tersebut diatas, maka saran yang diajukan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1.      Perlu diadakannya monitoring untuk semua faktor bahaya dan potensi bahaya yang ada.
2.      Perlu dilakukan usaha pengendalian faktor bahaya baik fisik maupun kimia yang melebihi NAB menurut standar yang digunakan.
3.      Perlu adanya peninjauan secara insidental tentang pengimplementasian SOP peledakan  di lokasi tambang.
4.      Perlu ditingkatkannya house keeping di gudang handak sesuai dengan standar
5.      Perlu  diberikannya  pemahaman  kepada  seluruh  karyawan  untuk  aktif melaporkan  keadaan  berbahaya,  keadaan  hampir  celaka  (nearmiss) dan kecelakaan  kerja  sekecil  apapun  akibatnya,  untuk  kelengkapan  data  serta untuk  pelaksanaan  tindakan  pencegahan  kecelakaan  kerja  sedini  mungkin.
6.      Perlu dilakukannya analisis mengenai gizi kerja baik secara kaulitatif maupun kuantitatif  serta  perlu  dilakukannya  usaha-usaha  pemenuhan  persyaratan seperti  yang  tertulis  dalam  Surat  Keputusan  Menteri  Kesehatan  RI  No. 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Higene Sanitasi  Jasa Boga : ”Untuk melindungi pencemaran terhadap makan digunakan celemek/apron, tutup rambut dan mulut serta sepatu dapur”.
7.      Perlu diintensifkan      safety talk        dan     training internal K3 untuk membudayakan behavior basic safety (BBS) kepada semua karyawan.
8.      Perlu diadakannya pemberian reward kepada karyawan yang memiliki kinerja kerja yang baik dan kepatuhan yang tinggi terhadap aturan sebagai contoh bagi  karyawan  lain  dan  memotivasi  mereka  untuk  berlomba-lomba meningkatkan kinerja kerjanya.















DAFTAR PUSTAKA

1.      Badan Standarisasi Nasional, 2005. Standar Nasional Indonesia No. SNI 19-0232-2005 Tentang Nilai Ambang Batas Zat Kimia di Udara Tempat Kerja. Jakarta.
2.      Badan  Standarisasi  Nasional,  2005. Standar  Nasional  Indonesia  No.  SNI  19-7119.3-2005 Tentang Baku Mutu Udara Ambien Nasional. Jakarta.
3.      Bennett  Silalahi dan Rumondang Silalahi, 1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:  PT. Pustaka Binaman Pressindo
4.      Departemen Kesehatan RI, 2003. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 715/MENKES/SK/V/2003 Tentang Persyaratan Higene Sanitasi  Jasa Boga. Jakarta.
5.      Departemen  Tenaga  Kerja  dan  Transmigrasi,  2007. Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta.
6.      Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2005. Peraturan Menteri Tenaga Kerja  RI  No.  PER-15/MEN/VII/2005  Tentang  Waktu  Kerja  dan Istirahat  Pada  Sektor  Usaha  Pertambangan  Umum  Pada  Daerah Operasi Tertentu. Jakarta.
7.      Direktorat Teknik Mineral dan Batubara, 2004.   Keputusan Menteri Petambangan dan  Energi  Nomor:  555.K/M.PE/1995  Tentang  Keselamatan  dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Jakarta.
8.      PT. Marunda Grahamineral, 2008, Laporan Triwulan Enviroment Department. Murung Raya: PT. Marunda Grahamineral.
9.      PT. Marunda Grahamineral, 2005. Pekerjaan Kegiatan Pemantauan Lingkungan Triwulan IV. Murung Raya: PT. Marunda Grahamineral.
10.  PT. Marunda Grahamineral, 2006.            Manual Kesehatan dan Keselamatan Kerja.  Murung Raya: PT. Marunda Grahamineral.
11.  PT. Marunda Grahamineral  2007,            Inspeksi Keselamatan  & Kesehatan Kerja Terencana. Murung Raya: PT. Marunda Grahamineral.